Kamis, 10 April 2014

Unsaid

Tiba-tiba keinget sama postingan yang kamu buat di blog yang soryyy banget aku lupa namanya apa. Tapi dikit banyak inget isinya. Meskipun aku sama sekali nggak ninggalin jejak apapun atau kasih konfirmasi kalau aku udah pernah baca tulisan kamu itu.

Gimana yah? Hemm… udah hampir tiga tahun kan ya setelah hari itu di mushalla PU? Dari 2011 dan gak terasa sekarang udah 2014. Aku yakin kalau perasaan orang pasti berubah dalam kurun waktu yang gak bisa dibilang sebentar. Jalan berlubang aja sudah banyak yang ditambal dan menjadi mulus dalam selang waktu tiga tahun. Tapi ya meskipun banyak juga diantara bagian sisi jalan itu yang lagi-lagi harus kembali berlubang karena ini dan itu. Yup, ngapain jadi ngomongin jalan yah? Hehehe…

Oh iya, aku pernah ngasih kamu alasan yang konkrit soal kenapa aku milih menghindar nggak? Seingetku dulu, aku bilang kalau aku belum bisa punya perasaan suka yang tetap buat seseorang. Tapi demi… aku memang orang yang paling nggak jelas yang pernah ada. Jujur, selang setelah ada slack sama kamu, aku sempet pernah dekat sama seseorang. Tapi kamu nggak perlu tahulah… gak penting juga meskipun rada ngganjel. Kenyataan yang aku nggak tahu kamu tahu atau nggak. Aku cuma mencoba untuk jujur meskipun gak semua hal bisa aku ungkapin sama kamu.

Nggak usah ngerut kening dulu. Dia yang pernah dekat dengan saya tanpa terdeteksi siapapun bukan alasan kenapa hari itu saya bilang tidak. Nope. Bukan. Pernah ingat saat hari ulang tahun kamu itu? Sumpah malu banget mau bilang ini. Aku pernah nyiapin kado sebuah buku buat kamu. Tapi sekarang buku itu udah nggak ada sama aku dan aku kasih buat orang lain yang lebih membutuhkan. Sorry.  Dan nggak usah dibahas lagi.

Dulu aku cuma anak usia 17 tahun yang masih naïve banget. Masih suka kisah menye-menye tentang having relationship and blah blah blah. Tapi dibalik itu semua ternyata saya punya hal yang seperti apa yah… kayak cangkang yang beneran ada buat ngehalangin saya untuk bertindak lebih dan merasa aman di comfort zone saya. Eh, aku ubah pake saya aja yah ngomongnya. Hehe…

Seperti yang saya bilang, saya butuh kata-kata yang lebih dari sekedar yang gitu deeh… Bohong kalau cewek lebih milih act daripada speak karena pada dasarnya cewek butuh diyakinkan dengan kata-kata. Saya nggak mau nyalahin siapa-siapa karena saya sadar sumber dari segala masalah yang ada itu saya sendiri.

Bohong kalau dibilang saya nggak pernah suka sama kamu. Saya juga pernah sebel mendekati benci sama kamu. Saya orang yang tertutup. Saya nggak suka curhat cerita sana sini sama orang-orang tentang private life saya. Dan kamu sadar kan kalau kita berdua beda banget tentang hal yang satu itu. Karena yang saya tahu kamu itu orangnya open banget. Sampai-sampai hal paling nggak penting sekalipun bisa kamu jadikan topic untuk cerita. Tapi aku bukan orang seperti itu.

Bohong kalau saya bilang saya gak tahu apa-apa soal perasaan kamu dulu. Saya diam bukan berarti saya nggak tahu apa-apa. Kamu cerita banyak hal sama teman-teman saya tapi saya malah nggak pernah cerita apa-apa sama mereka. Saya cukup menyimpan hal yang menurut saya pribadi hanya untuk diri saya sendiri. Mungkin ada beberapa hal yang bisa saya share sama teman tapi hanya sekedar hint tanpa yang lainnya. Berarti saya jahat banget kan sama kamu? Saya sudah tahu tapi saya masih memilih diam dan menghindar. Dan disaat slack itulah ada orang yang tiba-tiba datang dan ngobrol ngalur ngidul sama saya. We just kept texting and that’s all. No chitchat. Nothing more. Tapi itu bukan hal yang bisa dibahas lagi. Saya bahkan udah nggak keep contact sama orang itu. Dan dia bukan pokok utama pembahasan tulisan ini.

Saya masih suka cowok. Seriously. Tapi saya masih susah buat suka sama orang. Maksudnya suka yang beneran suka. Selama ini saya memang gampang tertarik sama orang tapi hanya sebatas itu. Tak ada hal yang lebih atau istimewa. Mungkin karena daily life saya yang menyerap hal-hal buruk tentang hubungan laki-laki perempuan. Saya juga ingin settle down suatu saat nanti. Tapi ternyata saya sadar kalau really deep in my heart in my soul and my head just keep… apa yah… beneran nggak bisa atau mungkin saya nggak mau. Saya belum bisa untuk berbagi perhatian, berbagi waktu, dan berbagi segalanya. Saya terlalu egois untuk diri saya sendiri. Dan perasaan saya yang kayak ombak membuat saya nggak bisa melangkah lebih jauh lagi.

Saya takut jika saat itu atau saat yang lain saya meng’iya’kan atau bilang iya saya akan menjadi lebih jahat dan lebih jahat lagi. Karena saya sendiri tidak dapat memastikan bagaimana perasaan saya sendiri. Saya sendiri nggak ngerti mau sampai kapan saya bersembunyi di dalam cangkang saya. It's heartbreaking, btw.

Sepertinya tulisan ini sudah nggak focus pada apa yang sebelumnya ada dalam kepala saya. Jujur bahkan sebelum menulis saya sudah membuat kerangka-kerangka tentang bagaimana ingin menulisnya. Seperti ini seperti itu dan begitulah.. jari kalau sudah tidak sinkorn dnegan kepala dan hati. Jari memang seperti punya nyawa tersendiri. And… mungkin ini sudah terlalu panjang. Hehe… semoga tidak menimbulkan sakit hati yang lain.


Seperti yang sebelumnya saya bilang, perasaan orang dalam tiga tahun bisa berubah kan? Dan mungkin kamu juga seperti itu. So sad… saya masih dalam ombak saya sendiri. Sekali lagi, saya nggak mau membebani kamu dengan tulisan saya.

Saya selalu bilang kalau toh saya menyesal dengan perasaan saya atau dengan keputusan saya. Saya akan menyesal sendirian. I'm not worth it.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar