Tiba-tiba keinget sama postingan yang kamu buat di blog
yang soryyy banget aku lupa namanya apa. Tapi dikit banyak inget isinya.
Meskipun aku sama sekali nggak ninggalin jejak apapun atau kasih konfirmasi
kalau aku udah pernah baca tulisan kamu itu.
Gimana yah? Hemm… udah hampir tiga tahun kan ya setelah hari
itu di mushalla PU? Dari 2011 dan gak terasa sekarang udah 2014. Aku yakin
kalau perasaan orang pasti berubah dalam kurun waktu yang gak bisa dibilang
sebentar. Jalan berlubang aja sudah banyak yang ditambal dan menjadi mulus
dalam selang waktu tiga tahun. Tapi ya meskipun banyak juga diantara bagian
sisi jalan itu yang lagi-lagi harus kembali berlubang karena ini dan itu. Yup,
ngapain jadi ngomongin jalan yah? Hehehe…
Oh iya, aku pernah ngasih kamu alasan yang konkrit soal kenapa aku milih menghindar nggak? Seingetku dulu, aku bilang kalau aku
belum bisa punya perasaan suka yang tetap buat seseorang. Tapi demi… aku memang
orang yang paling nggak jelas yang pernah ada. Jujur, selang setelah ada slack sama kamu, aku sempet pernah dekat
sama seseorang. Tapi kamu nggak perlu tahulah… gak penting juga meskipun rada
ngganjel. Kenyataan yang aku nggak tahu kamu tahu atau nggak. Aku cuma mencoba
untuk jujur meskipun gak semua hal bisa aku ungkapin sama kamu.
Nggak usah ngerut kening dulu. Dia yang pernah dekat dengan
saya tanpa terdeteksi siapapun bukan alasan kenapa hari itu saya bilang tidak.
Nope. Bukan. Pernah ingat saat hari ulang tahun kamu itu? Sumpah malu banget
mau bilang ini. Aku pernah nyiapin kado sebuah buku buat kamu. Tapi sekarang
buku itu udah nggak ada sama aku dan aku kasih buat orang lain yang lebih
membutuhkan. Sorry. Dan nggak usah dibahas lagi.
Dulu aku cuma anak usia 17 tahun yang masih naïve banget.
Masih suka kisah menye-menye tentang having relationship and blah blah blah.
Tapi dibalik itu semua ternyata saya punya hal yang seperti apa yah… kayak
cangkang yang beneran ada buat ngehalangin saya untuk bertindak lebih dan
merasa aman di comfort zone saya. Eh, aku ubah pake saya aja yah ngomongnya.
Hehe…
Seperti yang saya bilang, saya butuh kata-kata yang lebih
dari sekedar yang gitu deeh… Bohong kalau cewek lebih milih act daripada speak karena pada dasarnya cewek butuh diyakinkan dengan kata-kata. Saya nggak mau
nyalahin siapa-siapa karena saya sadar sumber dari segala masalah yang ada itu
saya sendiri.
Bohong kalau dibilang saya nggak pernah suka sama kamu.
Saya juga pernah sebel mendekati benci sama kamu. Saya orang yang tertutup.
Saya nggak suka curhat cerita sana sini sama orang-orang tentang private life
saya. Dan kamu sadar kan kalau kita berdua beda banget tentang hal yang satu
itu. Karena yang saya tahu kamu itu orangnya open banget. Sampai-sampai hal
paling nggak penting sekalipun bisa kamu jadikan topic untuk cerita. Tapi aku bukan
orang seperti itu.
Bohong kalau saya bilang saya gak tahu apa-apa soal
perasaan kamu dulu. Saya diam bukan berarti saya nggak tahu apa-apa. Kamu
cerita banyak hal sama teman-teman saya tapi saya malah nggak pernah cerita
apa-apa sama mereka. Saya cukup menyimpan hal yang menurut saya pribadi hanya untuk
diri saya sendiri. Mungkin ada beberapa hal yang bisa saya share sama teman
tapi hanya sekedar hint tanpa yang lainnya. Berarti saya jahat banget kan sama
kamu? Saya sudah tahu tapi saya masih memilih diam dan menghindar. Dan disaat slack itulah ada orang yang tiba-tiba datang
dan ngobrol ngalur ngidul sama saya. We
just kept texting and that’s all. No chitchat. Nothing more. Tapi itu bukan hal yang bisa
dibahas lagi. Saya bahkan udah nggak keep contact sama orang itu. Dan dia bukan
pokok utama pembahasan tulisan ini.
Saya masih suka cowok. Seriously. Tapi saya masih susah
buat suka sama orang. Maksudnya suka yang beneran suka. Selama ini saya memang
gampang tertarik sama orang tapi hanya sebatas itu. Tak ada hal yang lebih atau
istimewa. Mungkin karena daily life saya yang menyerap hal-hal buruk tentang
hubungan laki-laki perempuan. Saya juga ingin settle down suatu saat nanti.
Tapi ternyata saya sadar kalau really
deep in my heart in my soul and my head just keep… apa yah… beneran nggak bisa atau
mungkin saya nggak mau. Saya belum bisa untuk berbagi perhatian, berbagi waktu,
dan berbagi segalanya. Saya terlalu egois untuk diri saya sendiri. Dan perasaan
saya yang kayak ombak membuat saya nggak bisa melangkah lebih jauh lagi.
Saya takut jika saat itu atau saat yang lain saya
meng’iya’kan atau bilang iya saya akan menjadi lebih jahat dan lebih jahat
lagi. Karena saya sendiri tidak dapat memastikan bagaimana perasaan saya
sendiri. Saya sendiri nggak ngerti mau sampai kapan saya bersembunyi di dalam
cangkang saya. It's heartbreaking, btw.
Sepertinya tulisan ini sudah nggak focus pada apa yang sebelumnya ada dalam kepala saya. Jujur bahkan sebelum menulis saya sudah membuat kerangka-kerangka tentang bagaimana ingin menulisnya. Seperti ini seperti itu dan begitulah.. jari kalau sudah tidak sinkorn dnegan kepala dan hati. Jari memang seperti punya nyawa tersendiri. And… mungkin ini sudah terlalu panjang. Hehe… semoga tidak menimbulkan sakit hati yang lain.
Seperti yang sebelumnya saya bilang, perasaan orang dalam
tiga tahun bisa berubah kan? Dan mungkin kamu juga seperti itu. So sad… saya
masih dalam ombak saya sendiri. Sekali lagi, saya nggak mau membebani kamu dengan tulisan saya.
Saya selalu bilang kalau toh saya menyesal dengan perasaan saya atau dengan keputusan saya. Saya akan menyesal sendirian. I'm not worth it.
Saya selalu bilang kalau toh saya menyesal dengan perasaan saya atau dengan keputusan saya. Saya akan menyesal sendirian. I'm not worth it.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar