Selasa, 14 Januari 2014

Loving You

31-10-2013
Start 13.40-15.00 WIB

********************************************************************************************************************************
Ring ring
Its you again
Heart popz!
I loved to hear you
It's been all day I've been waiting for you



Ring Ring
Suara bel sepeda itu membuat gadis dengan seragam putih abu-abunya menoleh ke belakang. Tersenyum simpul mendapati sosok pemuda dengan seragam yang sama dengannya.
"Pulang bareng yuk." Gadis tadi mengangguk singkat lalu memposisikan dirinya berdiri di belakang sepeda. Pemuda itu tertawa lebar sebelum kembali mengayuh sepedanya dengan cepat membuat rambutnya tersibak oleh angin yang menerpa.
"Tadi cewek gue aneh banget sumpah. Tapi tahunya dia ngerjain gue soalnya kata dia hari ini tuh hari jadian kita yang sebulan." Perempuan di belakangnya tersenyum singkat meskipun pemuda di hadapannya tidak dapat melihatnya.
"Paling-paling juga lo lupa sama sebulanan kalian. Iya kan?" Pemuda itu kembali tertawa lebar masih mengayuh sepedanya kali ini dengan kecepatan sedang karena beberapa anak kecil sedang memenuhi jalanan untuk bermain entah apa.
"Lo kan tahu sendiri gue gimana." Gadis itu hanya menonyor ringan kepala pemuda pemboncengnya dan lagi-lagi dibalas dengan ketawa keras dari pemuda itu.
Begitulah keadaan mereka berdua. Berangkat sekolah dan pulang bersama. Itupun kalau si pemuda tidak memiliki janji untuk menjemput pacarnya.

Hello...you call my name
So much story you shared with me
You said a lot to me about
Girls...oh it's so nice

"Chacha." Gadis yang dipanggil Chaca itu hanya menggumam pelan. "Besok gue berangkat sekolah duluan ya? Cewek gue minta gue jemput katanya."
Gadis itu, Chaca, kembali menggumam pelan. Sudah biasa jika pemuda di depannya ini meninggalkannya sendirian untuk pacar-pacarnya. "Pacar lo mau lo jemput pake sepeda? Itu yang terakhir si Dila kan ngambek seharian gara-gara kamu jemput dia naik sepeda."
Pemuda itu lagi-lagi tertawa. Sedikit memelankan laju sepedanya saat sudah hampir mencapai sebuah rumah sederhana dengan banyak sekali pohon-pohon buah di depannya. Rumah mungil yang sangat teduh. 
"Lo masih inget aja sama tuh si Dila. Lo inget juga gak yang waktu itu pernah gue ceritain ke lo tentang si Maya.. iya Maya kalau gak salah. Dia gue jemput naik angkot dan besoknya langsung minta putus sama gue. Emang dikiranya gue dealer motor apa bisa bawa macam-macam buat jemput?" Chaca ikut tertawa mendengar pemuda itu bercerita panjang lebar tentang mantan-mantan pacarnya. "Tapi yang ini kayaknya baik deh Cha. Dia gak pernah masalah kan kalau gue lebih suka naik sepeda daripada motor atau mobil. Haha... Padahal kan gue emang gak bisa nyetir mobil kan? Pokoknya cewek gue yang ini baik deh."

And every beauty thing they did to you
Don't stop and tell me more...

Chaca lagi-lagi tertsenyum menimpali. "Bagus deh. Jadi lo gak perlu gonta-ganti cewek lagi kan?" Chaca melompat turun dari sepeda dan menepuk pundak pemuda itu sekilas. "Makasih tumpangannya, Ren."
Pemuda tadi meringis tak bersalah dan mengangguk berkali-kali. "Anytime Chaca unyu. Bye."
Chaca melambaikan tangannya saat pemuda tadi mulai kembali mengayuh sepedanya dengan cepat. "Bye Rendy." Ucapnya pelan. Senyuman tadi luntur seketika dan perlahan telapak tangannya memegang erat dadanya yang terasa sedikit ngilu. Lalu gadis itu menggeleng pelan dengan senyuman yang lagi-lagi terpasang sempurna sebelum berbalik dan berjalan ke dalam rumahnya.

Loving you its hurts sometimes
I'm standing here you just don't by
I'm always there you just don't feel
Or you just don't wanna feel
Don't wanna be hurt that way
It doesn't mean I'm giving up
I wanna give you more and more and more

"Chaca, Rendy tadi nyariin lo tuh. Dia ada di lapangan basket." Chaca mendongak dari buku bersampul tebalnya kepada teman perempuan sekelasnya. Mengernyit sebentar sebelum kemudian mengangguk dan beranjak keluar kelas setelah merapikan bukunya ke dalam tas.
Chaca berjalan pelan di sepanjang kordidor. Melihat setiap sudut sekolah dengan seksama dan sama sekali tak ingin kehilangan satu inchi bagian pun. Sebentar lagi pengumuman hasil ujian kelulusan dan Chaca akan  meninggalkan sekolah SMAnya.
Ribut-ribut terdengar dari arah lapangan basket yang memang bisa dibilang cukup ramai. Chaca memicingkan matanya sekilas tapi tak dapat menangkap gambaran apapun kecuali kerumunan manusia yang membentuk sebuah lingkaran.
"Chachaaaaa..." Chaca meringis pelan mendengar Rendy memanggil namanya dari alat pengeras suara. Entah apa yang dilakukan pemuda itu dengan benda tersebut. "Kesini Cha... Ada yang mau bilang sesuatu sama lo."
Chaca tanpa sadar membuka sedikit mulutnya tapi kakinya masih tetap berjalan di tengah kerumunan yang memberikan jalan untuknya. Ditengah kerumunan Chaca bisa melihat Rendy, Livi-pacar Rendy, dan seorang murid laki-laki yang Chaca kenali bernama Dewa.
"Ada apa? Kalian mau praktik demo?" Kata Chaca dengan dahi berkerut karena penasaran.
Rendy yang mendengarnya hanya mendengus sebal sebelum kembali memanggil nama Chaca dengan alat pengeras suara ditangannya. "Chacaaa... Lo diem di situ. Dengerin dan lihat aja, okey?"

Chaca mengangguk dan menatap ketiga orang di hadapannya dengan takjub. Rendy tersenyum lebar lalu memberikan pengeras suara pada Dewa sedangkan dirinya menepi lalu merangkul erat pundak Livi. Lagi-lagi Chaca merasa dadanya seperti menyempit tiba-tiba.
Chaca berdiri disana dan Rendy yang tak jauh didepannya bersama pacarnya. Bersama dengan Rendy memang membuat Chaca kadang-kadang merasa nyeri. Dia selalu ada di sekitar Rendy tanpa Rendy tahu apa yang dirasakan Chaca.
Memang, kadang Chaca ingin rasa sakitnya itu hilang. Tapi Chaca tak pernah bisa berhenti menyerah untuk menyintai Rendy. Dalam hatinya, ia selalu berharap jika suatu saat pemuda itu bisa menyadari keberadaannya, perasaannya, dan mau merespon apa yang mungkin saja ada di lubuk hati pemuda itu untuk Chaca.
Chaca kembali fokus pda Dewa yang berada di depannya. Pemuda itu tinggi meskipun Rendy lebih tinggi beberapa centi darinya. Pemuda itu memiliki potongan rambut cepak sama seperti Rendy. Dewa memiliki kulit sedikit kecoklatan, berbeda dengan Rendy yang memiliki tubuh putih meskipun sangat sering berada di bawah matahari. Rendy juga memiliki satu lesung di pipi kirinya.
Chaca mengerjabkan matanya sekali dua kali saat pikirannya malah teralih ke hal lain. Dan dia baru saja membandingkan Dewa dengan Rendy. "Aku suka sama kamu Cha. Kamu mau gak jadi pacar aku?"
Chaca melihat datar ke arah Dewa yang wajahnya sudah sangat memerah. Lalu Chaca beralih menatap Rendy yang tersenyum lebar ke arahnya. Pemuda itu bahkan mengangguk-angguk semangat supaya Chaca mau menerima Dewa. Lalu perhatian Chaca kembali beralih pada Dewa.
Chaca mendesah pelan. Dewa pemuda yang baik, sangat baik malah jika dibandingkan dengan Rendy. Apalagi saat Chaca melirik ke arah Rendy lagi, dia tak dapat memungkiri keberadaan Livi di sampingnya. Chaca tidak mau menyerah dengan perasaannya. Chaca belum mau menyerah. Meskipun ia tahu jika rasanya sakit.
"Gimana Cha?" Kali ini Dewa menurunkan pengeras suaranya dan menatap was was pada Chaca. Chaca menghembuskan napasnya pelan sebelum melihat untuk terakhir kalinya pada Rendy yang masih tersenyum dan membuat gerakan mulut TE-RI-MA pada Chaca.
"Iya." Dewa melongo sesaat sebelum melompat kegirangan tapi masih belum berani untuk memeluk Chaca yang menundukkan kepala di hadapannya.
Chaca menyembunyikan senyum kecutnya. Tapi tak lama matanya sedikit melebar saat dirasakan pelukan erat ditubuhnya. "Akhirnya lo punya pacar juga Cha." Chaca tersenyum. kali ini benar-benar tersenyum. Setidaknya dengan hal yang diberikan Chaca hari ini bisa membuat Rendy bahagia bahkan memeluknya erat.
Rendy masih menggumam tak jelas dan Chaca hanya tersenyum tanpa berniat membalas pelukan dari Rendy.

Knock-knock
You came around
Heart popz!
I love to see you
It's been two years since I'm in love with you

 Tok Tok Tok
Chaca menguap lebar, mengucek matanya yang masih mengantuk lalu melirik jam beker di samping tempat tidurnya. Sudah jam empat sore. Hari minggu dan Chaca memutuskan untuk tidur di kamar kostnya daripada berkeliaran tak jelas di mall bersama teman-teman kampusnya yang lain.
Tok Tok
Chaca memeriksa keadaan wajahnya melalui kaca lebar yang menempel di dinding sebelum membuka pintu kamar kostnya. Wajah Rendy banyak berubah selama dua tahun ini kecuali lesung pipinya yang masih berada di pipi kirinya.
"Sore Chaca." Sapa Rendy dengan senyuman yang sama sekali tak hilang dari wajahnya. Chaca ikut tersenyum lalu menutup pintu kamar kostnya untuk duduk berdua bersama Rendy di kursi yang berada depan kamar kostnya.
"Kenapa? Biasanya lo lagi jalan tiap minggu sore begini." Kata Chaca sedikit datar padahal tidak, hatinya senang, dia senang Rendy berada di sekitarnya. Semenjak lulus dari SMA dan kuliah meskipun di kampus dan fakultas yang sama. Chaca dan Rendy jadi jarang bertemu tidak seperti saat SMA dulu. Rendy mempunyai banyak teman baru dan juga pacar baru begitu pula dengan Chaca minus pacar baru. Bahkan setelah putus dari Dewa, Chaca masih belum menyerah dengan perasaannya.
"Gue lagi males jalan gak jelas gitu." Lagi-lagi Rendy tersenyum lebar ke arah Chaca. "Gue pengen ngomong hal yang penting sama lo Cha. Sumpah gue beneran gak bisa kalau gak bilang hal ini sama lo Cha."
Chaca menilai eksresi Rendy saat ini. Senyum yang sangat lebar dan tak pernah putus dan juga tatapan matanya yang berbinar-binar. Ini seperti mengingatkan Chaca akan hal yang dulu pernah terjadi pada Rendy saat dia...
"Gue rasa gue jatuh cinta Cha."


Bam! bam!
You break my heart
You said “girl, I'm in love with her..”
But it's all right I'm still alive
Yeah.. Oh..

Rendy terlihat menerawang sambil tersenyum lebar. Lalu tiba-tiba pandangannya beralih ke arah Chaca. "Cha, gue jatuh cinta sama dia Cha. I'm in love with her."
Sesak. Chaca merasa dadanya sesak luar biasa tapi gadis itu masih saja tersenyum tulus melihat kebahagian yang menguar dari Rendy. Setidaknya Chaca masih hidup walau Rendy mengatakan hal itu secara terang-terangan pada Chaca. Ya, tak apa-apa. Chaca masih belum mau menyerah.

And all the beauty thing she did to you
Don't stop and tell me more

"Jadi dia itu siapa?" Rendy semakin menaikkan sudut bibirnya mendengar Chaca bertanya.
"Vanya. Lo tahu kan, Vanya?" Chaca mengangguk antusias dan memberikan perhatian penuh pada Rendy. "Gila Cha. Dia tuh... Well, dia cantik, semua orang bisa lihat itu. Lo tahu kan minggu kemarin gue sama anak-anak kelompok ada acara baksos di panti asuhan?" Rendy menjeda sebentar hanya untuk melihat Chaca mengangguk sebelum kembali meneruskan. "Dia sabar banget sama anak kecil. Terus semuanya tuh alami banget , natural, dan gak dibuat-buat. Gue kayaknya beneran jatuh cinta sama Vanya Cha."
Lagi-lagi Chaca mengangguk mengiyakan. Semua orang tahu siapa Vanya. Dia gadis yang cantik, baik, ramah, dan juga pintar. Pantas saja kalau Rendy juga bisa jatuh cinta pada gadis itu. Chaca masih tersenyum dan tertawa. Sesekali menanggapi ucapan Rendy tentang hal yang menurutnya menarik dari Vanya.
Kadang-kadang berada hanya berdua dengan Rendy juga bisa terasa menyakitkan bagi Chaca. Sepertinya laki-laki memang tak memiliki perasaan apapun pada Chaca. Bahkan untuk sekedar mau mencoba dan membayangkan mungkin tidak.

And when I see that smile upon your face...
Deep in your eyes you had it all

And when I hear you super electrical voices
Ooh yea

Apa sekarang saatnya Chaca untuk menyerah dengan perasaannya? Ini sudah terlalu lama. Chaca tak mungkin selamanya menunggu dan diam. Untuk mengutarakannya saja Chaca sudah terlambat. Memang seharusnya Chaca berhenti.
Rendy masih tersenyum dan menatap Chaca dengan tatapan lembut tak lupa senyum yang sedari tadi terus berkembang. Bagaimana mungkin Chaca bisa menyerah akan dirinya yang saat ini tengah tersenyum pada Chaca dan mata itu bahkan menatap Chaca dengan tulus tanpa noda.
Tapi Chaca harus tetap menyerah dan mencari tambatan lain bukan?
"Chaca." Chaca kembali menoleh pada Rendy. Bahkan saat Rendy mengucapkan namanya cukup membuat getaran yang besar di dadanya. Mau bagaimana lagi, sepertinya belum waktunya bagi Chaca untuk berhenti.
Sedikit lagi. Bertahan sedikit lagi, mungkin Rendy akan kembali putus lalu sendiri lagi hingga saat itu tiba dimana Rendy memandang Chaca dengan cara yang lain. menyadari jika di sampingnya Chaca setia menunggu cinta itu datang pada Rendy. Siapa tahu cinta itu sedang berputar-putar di sekitar mereka berdua sampai saatnya dia menetap di tempat yang tepat.
Dan untuk saat ini biarkan Chaca dengan perasaannya. Tidak masalah, Chaca masih akan terus memberikan banyak hal-hal kecil yang berkesan untuk Rendy. Terus dan terus...
Tidak sampai Chaca menyerah. Karena gadis itu tahu betul akan perasaan yang tak akan bisa menyerah akan harapan cinta Rendy. Cukup sampai pemuda di sampingnya itu mendapatkan kebahagiannya dan tepat saat itulah Chaca tahu jika dirinya benar-benar harus berhenti. Bukan berhenti mencintai, karena itu tak mungkin. Hanya berhenti berharap sehingga Chaca siap untuk harapan lainnya.
-FINN-

Song : D'cinnamons Loving You

Tidak ada komentar:

Posting Komentar