“Tenang
saja, dia hanya mengalami shock ringan. Biarkan dia tidur sebentar.” Terang
dokter sekolah setelah selesai memeriksa keadaan Sungmin yang terbaring di atas
bed ruang kesehatan sekolah.
“Ne,
gamsahabnida uisanim.” Hormat HyukJae saat disadarinya jika dokter muda sekolah
itu hendak meninggalkan ruangan kesehatan.
HyukJae
hanya terdiam menatap wajah Sungmin yang sudah tak sepucat pertama saat ia
menemukannya di koridor sekolah tadi.
Tik
tok tik tok tik tok
HyukJae
kembali menghembuskan napasnya tertahan, mendudukkan dirinya di bangku kecil
sebelah bed Sungmin, hanya sekedar terdiam sesekali menatap wajah Sungmin yang
nampak tenteram dalam dunia mimpinya.
Tik
tok tik tok tik tok
Tak
cukup lama HyukJae mulai gusar, mengusap kasar rambutnya –bayangkan saja saat
melihat seorang pemuda putus asa yang seperti hendak bunuh diri. Bahkan raut
HyukJae saat ini lebih dari itu.
Tik
tok tik tok tik tok
“Aku
bisa gila !” racau HyukJae frustasi.
“Aissshhh...
suara detak jam itu benar-benar membuatku gila” kembali HyukJae meracau
tak jelas.
Bukan
tanpa alasan, hari mulai semakin gelap dan tentu saja jika suasana sekolah saat
ini sudah benar-benar sepi. Apalagi ruang kesehatan terletak dideretan gedung
depan. Semakin menambah tingkat frustasi seorang Lee HyukJae.
“Hei,
kau. Mau sampai kapan kau tertidur seperti itu ? Lagipula, jika ingin pingsan
kenapa harus saat petang seperti ini, kenapa bukan tadi saja saat pagi hari
jadi aku bisa ikut membolos kelas yang membosankan.”
HyukJae
kini menyandarkan kepalanya pada sisa bed Sungmin. Meskipun seperti itu HyukJae
tetap saja meracau tak jelas. Tak sadar jika kini, saat ini, sosok itu, pemilik
sudut mata kosong itu, terpaku tertohok diantara celah kaca jendela yang tak
terlindungi oleh korden yang tak menutup sempurna itu.
.
‘kriett’
“Cho
Kyuhyun”
“Ada
apa ?” jawab pemilik suara berat itu, masih berdiri diambang pintu menatap
sosok namja paruh baya yang tengah terduduk di sofa seberangnya.
“Seperti
itukah caramu menyambut kedatangan appamu, Kyuhyun-ah ?” jawab sosok namja
paruh baya itu –appa Kyuhyun.
Kyuhyun
hanya terlihat menghela napasnya perlahan setelahnya mulai melangkah mendekati
sang appa yang nampak sudah berdiri tegak tak jauh di hadapannya. Kedua namja
beda usia itu kini hanya saling melempar senyum sinis masing-masing sebelum
mulai untuk merengkuh tubuh satu sama lain erat.
“Appa
merindukanmu, dasar bocah nakal !” sela Tuan Cho setelah merenggangkan pelukan
mereka berdua. “Aku dengar banyak sekali kekacauan yang telah kau buat di
sekolah ini, aigoo... memecahkan kaca jendela ruang guru, hampir membakar
laboratorium kimia dan apa lagi, kau bahkan menghancurkan kebun mawar di taman
botani ? Kau ingin membunuh appamu pelan-pelan, eoh ?”
Kyuhyun
hanya terdiam mendengarkan ocehan ayahnya yang tak diragukan lagi kebenarannya.
Bukankah sosok berandal dan si pembuat onar itu kini sungguh terlihat berbeda ?
Tak akan ada yang menyangka jika Cho Kyuhyun dalam ruangan itu adalah Cho
Kyuhyun yang sama dengan Cho Kyuhyun yang berjalan angkuh di sepanjang lorong
sekolah.
“Jangan
salahkan aku, karena ini semua salahmu Anggota Dewan Cho” cibir Kyuhyun.
“Omo...
apa kau bilang ? Dasar bocah nakal, seenaknya saja melimpahkan kesalahan yang
kau perbuat kepada orang lain” cibir Tuan Cho.
“Sudah
ku bilang, ini semua salahmu appa. Karena kau membuatku terjebak di tempat ini ”
Bahkan sekarang Tuan Muda Cho ini sedang merajuk kepada ayahnya, benar-benar
seperti dua sosok yang berbeda.
Tuan
Cho hanya terdiam mendengar rajukan anak laki-laki satu-satunya itu, memandang
sebentar sebelum memutuskan untuk kembali terduduk di sofa yang sempat
diacuhkannya untuk beberapa saat tadi.
“Ayolah,
bukankah kita sudah sering membicarakan hal ini ?” ujar Tuan Cho lirih. Kyuhyun
tahu betul jika sudah menggunakan intonasi suara seperti itu berarti ayahnya
tengah berbicara serius kapadanya.
“Dan
kau masih tak mau mengerti. Ayolah appa, kau tahu bukan, berdiam diri di tempat
ini hanya hal percuma. Cukup kirim aku ke Inggris dan aku akan segera kembali
sebagai anak yang pantas untuk kau banggakan” ujar Kyuhyun. Kini kedua manusia
itu sama-sama terduduk saling berhadapan.
“Dan
kau akan selalu mendapatkan jawaban yang sama pula. Baiklah, jam berkunjung
sudah selesai dan aku akan segera pergi dari sini. Kumohon bersabarlah disini,
genap 3 tahun dan setelah itu lakukan sesukamu. Jangan terlalu menyusahkan
sekolahmu dan jaga dirimu. Aku mencintaimu.”
Wejangan
panjang itu diakhiri dengan kecupan sang appa di pucuk kepala putra
kesayangannya. Kyuhyun masih terduduk dikursinya, sama sekali tak berniat untuk
beranjak sekedar memukakan pintu bagi sang appa. Sedangkan Tuan Cho hanya
memandang sekilas putranya sebelum memutuskan untuk benar-benar memutar knop
pintu.
“Appa...
jangan terlalu lelah bekerja. Bermainlah sekali-kali diluar atau kau bisa
mengunjungiku dan aku kira tak buruk jika kita minum bersama.” Ujar
Kyuhyun santai, tentu saja tanpa memandang wajah sang appa –tak sopan.
“Aku
pergi” ucapan terakhir Tuan Cho sebelum terdengar deritan pintu tertutup yang
sampai ditelinga milik Cho Kyuhyun. Kini ruangan itu kembali sepi, hanya
menyisahkan Kyuhyun yang terdiam ditemani suara detik jam.
.
“Kau
menemuinya ?” ujar suaranya berat khas milik laki-laki yang tak bisa dikatakan
muda itu.
Sosok
lain dalam lorong sepi itu hanya terdiam tanpa berniat sedikitpun untuk sekedar
berbalik dan menatap sosok yang memulai perbincangan di suasana gelap itu.
“Ini
sudah cukup petang, masih banyak pekerjaan yang belum ku selesaikan. Lain kali
saja kita berbicara” akhirnya, sosok itu berbalik menatap lawan bicaranya,
menjaga sopan santun adalah hal mutlak yang harus dimiliki sosok itu.
Setelahnya hanya menundukkan kepalanya nyaris tak terlihat untuk selanjutnya
melanjutkan langkah yang sempat tertunda. Meninggalkan sosok lain yang terdiam
menatap punggung kokoh itu berjalan semakin menjauh.
.
.
“Ini
semua salahmu Sungmin-ah”
“Berhentilah
meracau Tuan Lee dan fokuslah berjalan kalau kau tak mau sesuatu membelokkan
langkahmu” lirih Sungmin dengan nada yang terlalu datar, bahkan pandangan
matanya pun masih terlihat sayu.
“Bicara
apa kau Lee Sungmin. Berhentilah berucap hal-hal yang tak ku mengerti. Kau
membuat buku roma ku meremang” Ujar HyukJae sambil sesekali memperhatikan raut
wajah Sungmin yang masih terlihat sayu tapi juga datar pada saat bersamaan.
“Aku jadi ingat sesuatu. Kau, bukankah saat itu, di malam saat kau meracau tak
jelas tentang bunyi piano dan sesaat setelahnya gedung musik terbakar habis.
Kau tidak merasakan sesuatu yang janggal ? bahkan aku sama sekali tak mendengar
bunyi dentingan piano atau alat musik apapun”
Kini
langkah dua pemuda itu terhenti, lebih tepatnya HyukJae yang mengikuti
pergerakan Sungmin yang terhenti tiba-tiba sesaat setelah mendengar pemikiran
dari namja di sampingnya. Tak cukup lama mereka terhenti karena sesaat
setelahnya Sungmin kembali melangkah tanpa mengelurkan sepatah katapun.
Sedangkan HyukJae hanya dapat menghembuskan napasnya tertahan, menyadari jika
Sungmin benar-benar tak ingin membahas hal tersebut. Bahkan sebenarnya
HyukJae pun tak ingin membahas hal yang membuatnya merinding tiba-tiba jika
mengingatnya. Hanya saja jiwa rasa ingin tahunya yang kelewat besar itulah yang
memaksa mulutnya terbuka untuk mengucapkan hal-hal yang baru disadarinya jika
mungkin saja saling berkaitan. Denting piano, keanehan Sungmin yang
‘tiba-tiba’, dan kenyataan jika gedung musik yang memiliki grand piano ditengah
ruang itu tebakar tak bersisa. Terlalu kebetulan untuk disebut sebagai
kebetulan dan HyukJae menyadari itu. Hanya saja bukan hal mudah untuk membuat
Sungmin berbicara jika pemuda itu sudah membungkam mulutnya.
“Sunbae...”
HyukJae
membalikkan tubuhnya saat dirasa sebuah suara yang cukup lirih terdengar olah
telinganya. Memeriksa setiap sudut bagian sekolah yang dapat terjangkau oleh
pandangan matanya. Menggaruk rambut kepalanya asal dan kemudian mengedikkan
bahunya menganggap jika mungkin saja suara gesekan daun disuasana sepi seperti
ini dapat menjadi seolah-olah sebuah suara. Memutuskan untuk kembali berjalan
dibelakang Sungmin yang masih melangkah perlahan menyusuri lorong sekolah yang
benar-benar sepi.
“Dua
tahun bersekolah disini, baru kali ini aku berjalan didalam sekolah pada malam
hari. Ternyata benar-benar menyeramkan” cicit HyukJae.
Hening—sama
sekali tak ada sahutan dari Sungmin, sosok didepan HyukJae itu masih terus
berjalan perlahan, menampilkan punggungnya yang menjadi pemandangan mata
HyukJae. Entah sudah biasa atau memang tak begitu perduli, hyukjae memutuskan
untuk kembali terdiam hingga hanya suara ketukan sepatu serta bunyi gesekan
daun yang tertiup angin.
HyukJae
mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri saat dirasa udara dingin mulai
merasuk kedalam tubuhnya dan seolah-olah ikut membekukan tulang-tulangnya.
Dipandanginya lagi sosok Sungmin yang masih berjalan denagn tenangnya, berbeda
dengan HyukJae yang kedinginan setengah mati Sungmin terlihat biasa dan masih
sama dengan beberapa menit yang lalu.
“Sunbae...”
kembali –suara itu terdengar.
HyukJae
mendengar suara itu, mendengar cukup jelas hanya saja dia memutuskan untuk
terus melangkah dan menganggap suara itu tak benar-benar ada.
“Sunbae...”
Tak hanya suara, HyukJae merasakan sebuah tepukan dibahunya. Terdiam cukup
lama, sampai suara itu kembali terdengar “Sunbae...”. perlahan, HyukJae
membalikkan tubuhnya dan didapatinya sesosok pemuda yang tak lebih tinggi
darinya, hanya sebatas pundaknya.
HyukJae
memperhatikan pemuda dihadapannya teliti, menelisik dari ujung kaki sampai
pucuk kepala dan berakhir di telapak kaki pemuda itu lagi. Hanya ingin
memastikan jika sosok dihadapannya manusia atau bukan.
“K-kau
siapa ?” tanya HyukJae lirih.
“Lee
Donghae ibnida, sunbae” balas pemuda itu membungkuk sopan.
“Ah,
Lee Donghae-ssi, apa yang kau lakukan disini malam-malam sendirian ?” tanya
HyukJae lagi saat indera penglihatannya tak menemukan sosok lain disekitar
pemuda yang bernama Lee Donghae itu.
Bukannya
menjawab, Lee Donghae malah tersenyum –anak ini seperti Sungmin saja pikir
HyukJae.
“Ah...”
pekik HyukJae tertahan, membalikkan tubuhnya saat otaknya sekilas memikirkan
Sungmin, dan apa yang ia dapatkan ? Sungmin tak ada dalam jarak pandang mata
HyukJae. Mendapati kenyataan itu, HyukJae mendadak diserang kepanikan, udara
disekitarnya tersa mendadak mendingin, arah edar matanyapun menyapu segala
sudut yang dapat dijangkaunya.
“Sunbae,
kau mencari siapa ?” lirih suara itu lagi.
“A-aku
mencari temanku. Ta-ta-tadi dia berjalan didepanku, apa kau melihatnya ?” racau
HyukJae –entahlah otaknya seperti tiba-tiba membuntu dan tidak fokus.
“Aku
tidak melihat siapapun, sunbae. Dari tadi kau berjalan sendirian dan kudengar
kau juga berbicara sendiri” ujar Lee Donghae lugas sama sekali tak terdengar
nada mengada-ada dari pemuda itu.
“Kau
sedang membual, eoh ? dari tadi aku berjalan dibelakang temanku. Mungkin kau
saja yang tak melihatnya. Dan—dan mungkin saja sekarang dia sudah meninggalakanku
dan sampai di kamar lebh dulu, ya mungkin saja” racau HyukJae. Terlihat jelas
jika pemuda itu mencoba menyangkal akuan dari Lee Donghae meskipun dengan
suaranya yang bergetar.
“Tapi
aku memang tak berbohong sunbae. Dari tadi aku berjalan dibelakangmu dan aku
tak melihat siapapun. Aku berani bersumpah” balas sosok itu tak kalah bergetar.
“Ak-aku
tak percaya” sergah HyukJae.
“Aku
benar sunbae. Kau jangan menakutiku” lirih sosok itu lagi.
“Bodoh...
justru kau yang sepertinya benar-benar ingin menakutiku. Ikut aku sekarang juga
untuk membuktikan ucapanmu benar atau tidak . kalu kau berani berbohong dan
haya ingin mempermainkanku. Mati kau” ancam HyukJae dengan pandangan tajamnya
selurus dengan pemuda yang ditarik pergelangan tangannya oleh HyukJae itu
menciut dan hanya pasrah saat HyukJae benar-benar menyeretnya.
.
HyukJae
terdiam dengan raut muka yang terlihat frustasi, tak hanya itu jika
diperhatikan lebih lanjut bahkan dapat ditemukan ekspresi ketakutan, bingung,
dan rasa tak percaya dalam satu raut muka miliknya.
HyukJae
masih berdiri terdiam dengan tatapan mata yang kini berubah kosong. Entah sejak
kapan kini dirinya berdiri di tengah-tengan sebah ruangan yang cukup luas dan
apa ini ? Sebuah grand piano ? Bukanlah beberapa waktu yang lalu dirinya tengah
menyeret seorang anak laki-laki berjalan menuju kamar asramanya. Tapi, Ya
–Tuhan pikir HukJae. Laki-laki itu sungguh tak mengerti apa yang sebenarnya
telah terjadi saat ini. Bahkan dirinya masih ingat dengan baik bagaimana saat
dirinya berjalan dengan langkah tergesah. Lalu... tiba-tiba saja dirinya berada
di tengah-tengah ruangan ini ?
“Kau
salah mengambil nada” ujar sebuah suara.
“Eh,
kau ? Lee Donghae ?” ujar HyukJae dengan suara tertahan. Merasa aneh saat
kini didapatinya seorang wanita yang juga berada dalam ruangan itu. Entah sejak
kapan dua sosok itu berada dalam satu ruangan yang sama dengan HyukJae.
“Aku
benar-benar tak bisa seongsaengnim” ujar sosok laki-laki muda yang kini tengah
terduduk di depan grand piano –Lee Donghae.
“Cobalah
untuk sedikit konsentrasi. Aku tahu kau pasti bisa” kini sosok wanita itu yang
berbicara. Suaranya benar-benar halus –pikir HyukJae.
Brak
Terdengar
bunyi pintu yang dibuka cukup keras dengan didikuti sebuah suara langkah kaki
cepat serta lengkingan suara.
“eommaa.......”
HyukJae semakin melebarkan matanya tak mengerti. Apa-apaan ini ? Bagaimana bisa
ada seorang wanita dan anak kecil ? Atau jangan-jangan HyukJae sedang tak
berada dalam lingkungan sekolahnya ? Semakin banyak pertanyaan menumpuk di
kepala HyukJae.
“Omo...
chagi, eomma sedang mengajar. Baagaimana bisa kau masuk kesini?” ucap wanita
tadi dengan posisi berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan namja kecilnya.
“Tadi
Kyunnie dikejar ahjussi jelek yang mengaku appa Kyunnie. Ihhh... Kyunnie tak
mau” celoteh anak kecil hyperaktif itu kepada sang eomma.
“Kyunniee
?” Lirih HyukJae sambil menatap intens sosok namja mungil dan wanita itu. Tak
lama kemudian, HyukJae kembali melebarkan manik matanya. “Omoo... aku pasti
sudah gila, apa ini ? Apa yang terjadi padaku ? Bocah kecil itu ? Kenapa dia
mirip sekali dengan Si Pembuat Onar itu ? Dan apa ini ? Sebenarnya apa yang
terjadi padaku ?” racau HyukJae tak jelas. Terlalu lama berdiri dengan
menyaksikan hal yang sama sekali tak dimengertinya benar-benar membuat
kepalanya pening. Tubuh HyukJae limbung, mendadak segalanya berputar dan buram,
seperti ada sesuatu yang sangat kuat menarik rambutnya hingga membuatnya
terjengkang kebelakang dengan kuat.
.
“HyukJae...
HyukJae-ya... Lee HyukJae” tegur sebuah suara yang makin mengeras di tiap
ucapannya.
“Ya
!!” Teguran keras itu ditutup dengan sebuah teriakan yang terlampau keras
mengingat suasana malam hari di lorong sekolah yang sepi.
Duk
duk duk duk duk duk
Tak
lama setelahnya, suara jejekan kaki seperi orang tengah berlari terdengar makin
mendekat kearah dua pemuda yang tak beranjak di tengah lorong sepi yang mulai
menggelap seiring bertambahnya intensitas malam.
“Ada
apa ? Omo... kenapa anak itu ?” ujar sebuah suara berat di belakang tubuh
Sungmin.
“Seonsaengnim,
a-aku tak tahu. Tolong bantu aku mengangkatnya” racau Sungmin dengan nada suara
yang sarat akan kepanikan.
Tanpa
banyak suara yang berasal dari mulut mereka. Dengan cekatan dua orang yang
dipanggil seonsaengnim oleh Sungmin itu mulai memapah tubuh kurus HyukJae
kearah ruang kesehatan. Tempat yang baru saja di tinggalkan oleh dua pemuda
itu.
.
“Sebenarnya
apa yang terjadi ? Siapa namamu ?” ujar salah satu dari dua namja dewasa dalam
ruang kesehatan itu. HyukJae sudah terlelap ditas kasur bekas Sungmin tadi
sore. Sedangkan kini Sungmin tengah berdiri di hadapan dua seonsaengninmya.
“Ah...
Lee Sungmin imnida. Dari kelas 2-2 seonsaengnim” balas Sungmin sopan dengan
membungkukkan tubuhnya.
“Lee
Sungmin-ssi, apa yang sebenarnya terjadi ? Kau tahu jika teriakanmu tadi
benar-benar keras ?” ucap namja dewasa lainnya dalam ruangan itu.
“Jeosonghamnida
seonsaengnim. Saya hanya terlalu panik tadi jadi saya benar-benar tak sadar
jika saya terlalu keras berteriak” lirih Sungmin –menundukkan kepalanya.
“Sebaiknya
kau diam saja disini menunggu temanmu Lee Sungmin-ssi. Jangan beranjak sampai
pagi tiba. Kau mengerti ?” ujar seonsaengnim itu lagi.
“Nde,
seonsaengnim. Saya mengerti”
“Baiklah
jika kau mengerti. Kami pergi dulu”
“Nde,
annyeong seonsaengnim. Jeongmal gamsahabnida” bungkuk Sungmin berkali-kali
sampai terdengar suara pintu yang telah tertutup sampai di gendang telinganya.
Sungmin perlahan menegakkan tubuhnya dan memandang datar pintu kayu yang berada
tak jauh dari hadapannya. Setelahnya memandang kearah HyukJae dengan tatapan
seperti –entahlah pandangan mata Sungmin terasa kosong tapi terkadang juga sangat
tajam disaat yang hampir bersamaan.
“Kau—kau
bawa kemana jiwa temanku ?” lirih Sungmin.
.
.
Orange
dan kemerahan. Warna yang di lukiskan Sang Pencipta untuk membarengi suasana
fajar dan senja. Entah mana permulaan dan mana yang menjadi akhir. Senja dan
Fajar atau Fajar dahulu kemudian senja.
Sosok
pemuda itu sudah bertengger manis di sela-sela batang pohon besar yang
bercabang. Entah dirinya sedang menikmati suasana matahari terbit atau hanya
ingin membekukan tulangnya di cuaca pagi saat musim gugur. Meskipun kulit wajah
pemuda itu sudah memucat sempurna, sama sekali tak ada kesan menggigil dari
tubuh pemuda itu.
“Apa
yang kau lakukan disitu ?” terdengar sebuah suara lain yang kini memenuhi
telinga pemuda yang terlebih dahulu dipenuhi deru angin dan cicitan
burung-burung yang turut memempati pohon besar itu.
“Hanya
menikmati udara sejuk” balas pamuda yang bertengger di atas pohon.
“Dasar
gila. Aku yakin jika sebentar lagi kau akan mati kaku jika tak segera turun
dari atas sana. Cepatlah turun sebelum ketua asrama satu menemukanmu disini” racau
suara pemuda yang berada tepat di bawah pohon.
“Hey,
Lee Jinki. Berhentilah mengoceh, kau tenang saja. Laki-laki mesum berkedok
ketua asrama satu itu tak akan berani menghukumku, bahkan sekedar memberi
peringatanpun aku jamin dia tak akan berani. Sudahlah, kau pergilah dan
tinggalkan aku disini. Merusak ketenanganku saja”
“Tuan
Cho Kyuhyun yang terhormat, bagaimanapun juga kali ini aku tak akan
melepaskanmu, penentu nilai akhirku berada ditanganmu. Jadi mau tak mau suka
tak suka aku akan menyeretmu masuk kekelas hari ini”
“Baiklah...baiklah...
menyingkirlah, aku akan segera turun”
Menuruti
apa dalil Kyuhyun, Jinki segera menepikan tubuhnya menjauh dari jarak lompatan
Kyuhyun.
Lagipula,
Jinki tak mau jika tubuh kurus tinggi itu menimpa badannya yang sedikit lebih
pendek dari Kyuhyun.
“Beruntung
kau temanku dari kecil. Jika tidak, mana peduli aku dengan nilai akhirmu itu”
celoteh Kyuhyun saat dirinya kini berada tepat di samping Jinki.
“Kalau
bukan karena Cho Kwangmin seonsaengnim yang mengharuskan semua anggota kelompok
hadir dalam presentasi kelas. Mana mau aku memaksamu sampai seperti ini” balas
Jinki tak kalah ketus.
“Hey,
Jinki-ya, sejak kapan kau jadi begitu pintar membalas setiap umpatanku ?
Tetaplah menjadi anak baik yang sempurna, jangan meniruku. Kau sungguh tak
pantas” decih Kyuhyun.
Jinki
hanya mendengus menanggapi ocehan pemuda yang berjalan di sampingnya. Tak
berniat menjawab perkataan Kyuhyun. Mungkin memang benar, Jinki sudah
ditakdirkan menjadi anak baik yang pintar, tipikal anak sempurna idaman semua
orang tua.
.
.
“Apa
yang harus aku lakukan padamu”
Sosok
laki-laki paruh baya yang masih memiliki postur tegap di usia hampir mendekati
setengah abad itu memandang sendu pada tubuh pemuda yang berbaring damai di
atas bed kecil. Hanya pergerakan dada yang naik turun saat paru-parunya menukar
oksigen dengan karbondioksida dalam alveolus yang menandakan jika pemuda itu
masih bernyawa hingga detik ini.
“Apa
aku harus melakukannya lagi ?”
.
.
“Kau
sendirian ? Dimana kekasihmu ?” seloroh Kyuhyun setelah mendudukkan dirinya
tepat di samping Sungmin. Tampak aneh memang, melihat dua manusia yan berlabel
aneh dan pembuat onar duduk dalam satu meja di tengah kantin yang ramai saat
jam istirahat sekolah.
“Apa
kau tak takut merusak image bajinganmu jika kau menghampiri anak aneh
terang-terangan seperti ini ?” tanpa menjawab pertanyaan Kyuhyun, Sungmin balas
bertanya dengan nada tajam di setiap kata-katanya.
“Ayolah
hyung. Kau tahu jika aku tak pernah perduli dengan hal-hal seperti itu. Kau
belum menjawab pertanyaanku. Dimana kekasih cerewetmu itu ? Aku tak melihatnya
dari tadi pagi. Apa dia sudah mati ?” kekeh Kyuhyun di akhir kalimatnya.
“Ya.
Dia sudah mati. Kenapa ? Kau ingin ikut memandikan mayatnya ?” balas Sungmin.
“Ternyata
dampak dari sering melamun sendiri kau menjadi semakin mengerikan. Pantas saja
mereka mengataimu aneh”
“Itu
lebih baik dari pada mereka mengataiku brengsek. Padahal mereka tak tahu
sebenarnya arti brengsek itu. Lucu sekali bukan ?” balas Sungmin sambil
tekekeh, entah hal lucu apa yang membuatnya tertawa sampai seperti itu.
“Annyeong
Lee Sungmin sunbae, hey, Kyu” sapa sebuah suara yang tak asing ditelinga
Kyuhyun.
Kyuhyun
dan Sungmin serempak mengalihkan tatapan keduanya pada sosok pemuda dengan
senyum manis yang tersungging di bibirnya. Lama tak mendapat respon, pemuda itu
dengan cepatnya merubah ekspresi tersenyumnya menjadi wajah datar sempurna. Tak
hanya sampai disitu, kini pemuda bername tag Lee Jinki dengan
seenaknya ikut mendudukkan tubuhnya pada bangku depan Kyuhyun dan Sungmin
berada.
“Sempurna
sudah. Seorang namja aneh duduk di sebelah namja brengsek pembuat onar dan
sekarang di hadapannya tengah duduk seorang namja baik dan pintar. Benar-benar
perpaduan yang sempurna” oceh Kyuhyun dengan sesekali kekehan yang terselip
dalam perkataannya.
“Kenapa
hari ini kau cerewet sekali Cho ? Apa kau sudah bosan dengan image brengsek,
pembuat onar, dan SEDIKIT pendiammu itu. Tak dapat dipercaya” cibir Sungmin
dengan tatapan tajamnya tepat mengarah pada batang hidung Kyuhyun.
“Aku
dengar hal buruk telah terjadi pada Lee HyukJae sunbae. Apa separah itu ?” ujar
Jinki. Bahkan dirinya sama sekali tak menyinggung percakapan yang ‘sedikit tak
berguna’ antara Kyuhyun dan Sungmin sehingga lebih memilih membahas topik lain
yang lebih pantas untuk dibicarakan, bukankah Lee Jinki adalah seoarang yang
pintar ? Tentu saja.
“Tak
perlu menghawatirkannya. Anak itu hanya berjalan-jalan saja” jawab Sungmin
dengan suara lembutnya, bahkan dia membubuhkan sedikit senyuman di saat dirinya
berujar.
“Berjalan-jalan
?” tanggap Jinki saat dirinya merasa sedikit tak mengerti dengan apa yang telah
diutarakan Sungmin. Bagaimana bisa dia mengatakan jika Lee HyukJae sahabatnya
yang menurut kabar tengah tak sadarkan diri di ruang kesehatan sejak semalam
–sedang jalan-jalan. Apa mungkin...?
“Sudahlah
Jinki-ya, berhenti bertanya dan segera pesankan aku makanan” seloroh Kyuhyun
yang sedari tadi terdiam mendengar dua pemuda berhadapan itu melempar
kata-kata.
“Lakukan
saja sendiri. Aku harus ke ruang guru mengurusi daftar anak-anak bermasalah
sepertimu. Berdoa saja namamu tak ada dalam list kali ini. Ah, aku lupa sesuatu
bukankah Tuan Cho terhormat yang bahkan hampir membakar laboratorium kimia saja
tak mendapat teguran. Bagaimana bisa kau masuk kedalam list murid yang
bermasalah” cerca Jinki dengan wajah datarnya.
Kyuhyun
haya terkekeh mendengar umpatan dari sahabat kecilnya. Membalas tatapan datar
Jinki dengan raut wajah santai miliknya. “Berhentilah mengumpat. Kau
benar-benar tak pantas jika seperti itu. Aku sedang bahagia saat ini. Jadi tak
akan aku biarkan kau merusak kebahagianku Jinki-ya”
Jinki
hanya berdecih pelan, membenarkan letak blazernya agar terlihat kembali rapih
seperti semula.
“Mungkin
aku harus sering-sering menghubungi Cho ahjussi untuk mengunjungimu. Dan...
berhentilah
membekukan
tubuhmu dengan duduk terdiam di bangku halaman belakang sekolah saat sore hari”
nasehat Jinki sebelum dirinya benar-benar berdiri dan bersiap meninggalakan
area kantin. “Annyeong Sungmin sunbae” Jinki membungkuk sempurna, setelahnya
dirinya benar-benar menghilang dari area kantin.
“Sepertinya
kekasihmu itu begitu overprotective” ujar Sungmin tanpa sadar, terbukti dengan
tatapannya yang masih mengarah pada arah menghilangnya tubuh Jinki.
Kyuhyun
lebih memilih tersenyum simpul tanpa berniat membalas ucapan Sungmin lebih
lanjut. Bukankah dirinya lebih mengenal Jinki daripada siapapun di tempat itu ?
Dan cukup dirinya saja yang
tahu.
“Kau...
kau sering menghabiskan waktu soremu dengan duduk di bangku halaman belakang
sekolah ?” lirih Sungmin. Tiba-tiba saja dirinya mengingat sesuatu. Sesuatu
yang terjadi pada dirinya tempo hari.
“Ya”
jawab Kyuhyun singkat.
“Apa
kau tak merasa kedinginan berada di tempat itu ? Di bawah pepohonan rindang
pada saat musim gugur seperti ini. Kau tidak kedinginan ?” ujar Sungmin menatap
tepat manik Kyuhyun.
Kyuhyun
terdiam sesaat, seperti sedang menimang-nimang jawaban apa yang harus
diutarakan kepada pemuda yang menatapnya dengan raut penasaran dan –sepertinya
Kyuhyun melihat sedikit ketakutan disana. Tapi entahlah, Kyuhyun tak mau
terlalu ambil pusing.
“Terserah
kau mau menganggapku benar-benar gila. Tapi, aku berani bersumpah jika tempat
itu sangat hangat... bahkan lebih hangat dari kamar asramaku”
Sungmin
mersakan jantungnya memompa lebih dahsyat setiap darah yang masuk kedalam
serambi hingga melewati katup untuk berangsur menyinggahi bilik jantungnya.
Bayangan itu, kilasan balik memory tempo hari yang membuatnya habis akal.
Kilasan bayangan itu, tentang sosok yang mendekap tubuh seorang pemuda yang
terduduk nyaman. Tentang tatapan sebelah mata yang menusuk tepat manik Sungmin.
Segalanya tiba-tiba terputar ulang. Bahkan, rasanyapun sama, saat tiba-tiba
bulu roma Sungmin menegak. Suara bising kantin mendadak sunyi, hanya berupa
kilasan gambar gerak 3 dimensi yang beralur perlahan tanpa suara. Sensasi ini,
Sungmin tahu apa artinya ini. Bahkan, karbon dioksida yang siap keluar dari
lubang hidungnya tertahan di tenggorokan. Saat lagi-lagi didapatinya sosok
perempuan itu tengah terduduk –tak cukup jauh. Bahkan ini terlalu dekat.
Sungmin bahkan dapat merasakan gesekan rambut panjang sosok wanita itu dengan
ujung telinganya. Ya, sosok wanita itu wanita yang sama tengah terduduk nyaman
di antara Sungmin dan Kyuhyun.
.
.
“Kau
sudah sadar ?”
Segala
hitam kini mulai mengabur. Sedikit menampakkan warna putih samar yang kian
terang dengan gradasi hitam putih yang tiap saat berubah arah garis
diagonalnya. Hingga perlahan nampak titik-titik warna yang merambah menggusur
gradasi buram menjadi suatu hal yang lebih nampak hidup. Sesaat setelahnya
terlihat seperti kumpulan layer-layer yang bertumpuk menyatukan tiap titik
warna hingga terjadi sebuah pergantian warna dengan teramat cepat. Hingga
terbentuklah sebuah paduan cahaya yang memulai pergantian warna.
“Kau
sudah sadar ?” ujar suara itu lagi.
HyukJae
sayup-sayup mendengar suara yang lebih seperti desisan hinggap menabuh gendang
telinganya. Sekuat tenaga HyukJae mencoba mengumpulkan kesadarannya. Mencoba
melawan hantaman keras yang terus menerus menempa seluruh area kepalanya.
“Kau
sudah sadar. Pelan-pelan saja” ujar suara itu sekali lagi. Kini dengan
pergerakannya membantu HyukJae menyandarkan punggungnya pada tembok tepat
belakang tubuh HyukJae.
“Kau
perlu sesuatu ?”
HyukJae
hanya menggelengkan kepalanya singkat. Entah apa yang telah dilakukannya
sebelum ini hingga membuat tubuhnya pegal luar biasa. Perlahan HyukJae mulai
memfokuskan pandangan matanya pada sosok pemuda yang sudah terlebih dahulu
menyunggingkan senyuman manis di wajahnya.
“Kau
?” lirih HyukJae tertahan, mencoba menggerakkan kinerja otaknya untuk mengingat
sosok pemuda di hadapannya kini.
“Lee
Donghae ibnida”
.
.
TBC
ini
benar-benar spontan buatnya. like what I said I wrote what I thought. dan saya
sadar sepenuhnya jika ini tak layak posting. Tapi ya sudahlah. Dan entah
mengapa saya memasukkan karakter Lee JinKi di dalam fanfiction mengerikan ini.
Saranghae Onew-ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar