Kamis, 06 Desember 2012

Iridescent 2



“Tenang saja, dia hanya mengalami shock ringan. Biarkan dia tidur sebentar.” Terang dokter sekolah setelah selesai memeriksa keadaan Sungmin yang terbaring di atas bed ruang kesehatan sekolah.

“Ne, gamsahabnida uisanim.” Hormat HyukJae saat disadarinya jika dokter muda sekolah itu hendak meninggalkan ruangan kesehatan.

HyukJae hanya terdiam menatap wajah Sungmin yang sudah tak sepucat pertama saat ia menemukannya di koridor sekolah tadi.

Tik tok tik tok tik tok

HyukJae kembali menghembuskan napasnya tertahan, mendudukkan dirinya di bangku kecil sebelah bed Sungmin, hanya sekedar terdiam sesekali menatap wajah Sungmin yang nampak tenteram dalam dunia mimpinya.


Tik tok tik tok tik tok

Tak cukup lama HyukJae mulai gusar, mengusap kasar rambutnya –bayangkan saja saat melihat seorang pemuda putus asa yang seperti hendak bunuh diri. Bahkan raut HyukJae saat ini lebih dari itu.

Tik tok tik tok tik tok

“Aku bisa gila !” racau HyukJae frustasi.

“Aissshhh... suara detak  jam itu benar-benar membuatku gila” kembali HyukJae meracau tak jelas. 

Bukan tanpa alasan, hari mulai semakin gelap dan tentu saja jika suasana sekolah saat ini sudah benar-benar sepi. Apalagi ruang kesehatan terletak dideretan gedung depan. Semakin menambah tingkat frustasi seorang Lee HyukJae.

“Hei, kau. Mau sampai kapan kau tertidur seperti itu ? Lagipula, jika ingin pingsan kenapa harus saat petang seperti ini, kenapa bukan tadi saja saat pagi hari jadi aku bisa ikut membolos kelas yang membosankan.”
HyukJae kini menyandarkan kepalanya pada sisa bed Sungmin. Meskipun seperti itu HyukJae tetap saja meracau tak jelas. Tak sadar jika kini, saat ini, sosok itu, pemilik sudut mata kosong itu, terpaku tertohok diantara celah kaca jendela yang tak terlindungi oleh korden yang tak menutup sempurna itu.

.

‘kriett’

“Cho Kyuhyun”

“Ada apa ?” jawab pemilik suara berat itu, masih berdiri diambang pintu menatap sosok namja paruh baya yang tengah terduduk di sofa seberangnya.

“Seperti itukah caramu menyambut kedatangan appamu, Kyuhyun-ah ?” jawab sosok namja paruh baya itu –appa Kyuhyun.

Kyuhyun hanya terlihat menghela napasnya perlahan setelahnya mulai melangkah mendekati sang appa yang nampak sudah berdiri tegak tak jauh di hadapannya. Kedua namja beda usia itu kini hanya saling melempar senyum sinis masing-masing sebelum mulai untuk merengkuh tubuh satu sama lain erat.

“Appa merindukanmu, dasar bocah nakal !” sela Tuan Cho setelah merenggangkan pelukan mereka berdua. “Aku dengar banyak sekali kekacauan yang telah kau buat di sekolah ini, aigoo... memecahkan kaca jendela ruang guru, hampir membakar laboratorium kimia dan apa lagi, kau bahkan menghancurkan kebun mawar di taman botani ? Kau ingin membunuh appamu pelan-pelan, eoh ?”

Kyuhyun hanya terdiam mendengarkan ocehan ayahnya yang tak diragukan lagi kebenarannya. Bukankah sosok berandal dan si pembuat onar itu kini sungguh terlihat berbeda ? Tak akan ada yang menyangka jika Cho Kyuhyun dalam ruangan itu adalah Cho Kyuhyun yang sama dengan Cho Kyuhyun yang berjalan angkuh di sepanjang lorong sekolah.

“Jangan salahkan aku, karena ini semua salahmu Anggota Dewan Cho” cibir Kyuhyun.

“Omo... apa kau bilang ? Dasar bocah nakal, seenaknya saja melimpahkan kesalahan yang kau perbuat kepada orang lain” cibir Tuan Cho.

“Sudah ku bilang, ini semua salahmu appa. Karena kau membuatku terjebak di tempat ini ” Bahkan sekarang Tuan Muda Cho ini sedang merajuk kepada ayahnya, benar-benar seperti dua sosok yang berbeda.

Tuan Cho hanya terdiam mendengar rajukan anak laki-laki satu-satunya itu, memandang sebentar sebelum memutuskan untuk kembali terduduk di sofa yang sempat diacuhkannya untuk beberapa saat tadi.

“Ayolah, bukankah kita sudah sering membicarakan hal ini ?” ujar Tuan Cho lirih. Kyuhyun tahu betul jika sudah menggunakan intonasi suara seperti itu berarti ayahnya tengah berbicara serius kapadanya.

 “Dan kau masih tak mau mengerti. Ayolah appa, kau tahu bukan, berdiam diri di tempat ini hanya hal percuma. Cukup kirim aku ke Inggris dan aku akan segera kembali sebagai anak yang pantas untuk kau banggakan” ujar Kyuhyun. Kini kedua manusia itu sama-sama terduduk saling berhadapan.

“Dan kau akan selalu mendapatkan jawaban yang sama pula. Baiklah, jam berkunjung sudah selesai dan aku akan segera pergi dari sini. Kumohon bersabarlah disini, genap 3 tahun dan setelah itu lakukan sesukamu. Jangan terlalu menyusahkan sekolahmu dan jaga dirimu. Aku mencintaimu.” 

Wejangan panjang itu diakhiri dengan kecupan sang appa di pucuk kepala putra kesayangannya. Kyuhyun masih terduduk dikursinya, sama sekali tak berniat untuk beranjak sekedar memukakan pintu bagi sang appa. Sedangkan Tuan Cho hanya memandang sekilas putranya sebelum memutuskan untuk benar-benar memutar knop pintu.

“Appa... jangan terlalu lelah bekerja. Bermainlah sekali-kali diluar atau kau bisa mengunjungiku dan aku kira tak buruk jika kita minum bersama.”  Ujar Kyuhyun santai, tentu saja tanpa memandang wajah sang appa –tak sopan.

“Aku pergi” ucapan terakhir Tuan Cho sebelum terdengar deritan pintu tertutup yang sampai ditelinga milik Cho Kyuhyun. Kini ruangan itu kembali sepi, hanya menyisahkan Kyuhyun yang terdiam ditemani suara detik jam.

.

“Kau menemuinya ?” ujar suaranya berat khas milik laki-laki yang tak bisa dikatakan muda itu.
Sosok lain dalam lorong sepi itu hanya terdiam tanpa berniat sedikitpun untuk sekedar berbalik dan menatap sosok yang memulai perbincangan di suasana gelap itu.

“Ini sudah cukup petang, masih banyak pekerjaan yang belum ku selesaikan. Lain kali saja kita berbicara” akhirnya, sosok itu berbalik menatap lawan bicaranya, menjaga sopan santun adalah hal mutlak yang harus dimiliki sosok itu. Setelahnya hanya menundukkan kepalanya nyaris tak terlihat untuk selanjutnya melanjutkan langkah yang sempat tertunda. Meninggalkan sosok lain yang terdiam menatap punggung kokoh itu berjalan semakin menjauh.

.

.

“Ini semua salahmu Sungmin-ah”

“Berhentilah meracau Tuan Lee dan fokuslah berjalan kalau kau tak mau sesuatu membelokkan langkahmu” lirih Sungmin dengan nada yang terlalu datar, bahkan pandangan matanya pun masih terlihat sayu.

“Bicara apa kau Lee Sungmin. Berhentilah berucap hal-hal yang tak ku mengerti. Kau membuat buku roma ku meremang” Ujar HyukJae sambil sesekali memperhatikan raut wajah Sungmin yang masih terlihat sayu tapi juga datar pada saat bersamaan. “Aku jadi ingat sesuatu. Kau, bukankah saat itu, di malam saat kau meracau tak jelas tentang bunyi piano dan sesaat setelahnya gedung musik terbakar habis. Kau tidak merasakan sesuatu yang janggal ? bahkan aku sama sekali tak mendengar bunyi dentingan piano atau alat musik apapun”

Kini langkah dua pemuda itu terhenti, lebih tepatnya HyukJae yang mengikuti pergerakan Sungmin yang terhenti tiba-tiba sesaat setelah mendengar pemikiran dari namja di sampingnya. Tak cukup lama mereka terhenti karena sesaat setelahnya Sungmin kembali melangkah tanpa mengelurkan sepatah katapun. Sedangkan HyukJae hanya dapat menghembuskan napasnya tertahan, menyadari jika Sungmin benar-benar tak ingin membahas hal tersebut. Bahkan sebenarnya HyukJae pun tak ingin membahas hal yang membuatnya merinding tiba-tiba jika mengingatnya. Hanya saja jiwa rasa ingin tahunya yang kelewat besar itulah yang memaksa mulutnya terbuka untuk mengucapkan hal-hal yang baru disadarinya jika mungkin saja saling berkaitan. Denting piano, keanehan Sungmin yang ‘tiba-tiba’, dan kenyataan jika gedung musik yang memiliki grand piano ditengah ruang itu tebakar tak bersisa. Terlalu kebetulan untuk disebut sebagai kebetulan dan HyukJae menyadari itu. Hanya saja bukan hal mudah untuk membuat Sungmin berbicara jika pemuda itu sudah membungkam mulutnya.

“Sunbae...”

HyukJae membalikkan tubuhnya saat dirasa sebuah suara yang cukup lirih terdengar olah telinganya. Memeriksa setiap sudut bagian sekolah yang dapat terjangkau oleh pandangan matanya. Menggaruk rambut kepalanya asal dan kemudian mengedikkan bahunya menganggap jika mungkin saja suara gesekan daun disuasana sepi seperti ini dapat menjadi seolah-olah sebuah suara. Memutuskan untuk kembali berjalan dibelakang Sungmin yang masih melangkah perlahan menyusuri lorong sekolah yang benar-benar sepi.

“Dua tahun bersekolah disini, baru kali ini aku berjalan didalam sekolah pada malam hari. Ternyata benar-benar menyeramkan” cicit HyukJae.

Hening—sama sekali tak ada sahutan dari Sungmin, sosok didepan HyukJae itu masih terus berjalan perlahan, menampilkan punggungnya yang menjadi pemandangan mata HyukJae. Entah sudah biasa atau memang tak begitu perduli, hyukjae memutuskan untuk kembali terdiam hingga hanya suara ketukan sepatu serta bunyi gesekan daun yang tertiup angin.

HyukJae mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri saat dirasa udara dingin mulai merasuk kedalam tubuhnya dan seolah-olah ikut membekukan tulang-tulangnya. Dipandanginya lagi sosok Sungmin yang masih berjalan denagn tenangnya, berbeda dengan HyukJae yang kedinginan setengah mati Sungmin terlihat biasa dan masih sama dengan beberapa menit yang lalu.

“Sunbae...” kembali –suara itu terdengar.

HyukJae mendengar suara itu, mendengar cukup jelas hanya saja dia memutuskan untuk terus melangkah dan menganggap suara itu tak benar-benar ada.

“Sunbae...” Tak hanya suara, HyukJae merasakan sebuah tepukan dibahunya. Terdiam cukup lama, sampai suara itu kembali terdengar “Sunbae...”. perlahan, HyukJae membalikkan tubuhnya dan didapatinya sesosok pemuda yang tak lebih tinggi darinya, hanya sebatas pundaknya.

HyukJae memperhatikan pemuda dihadapannya teliti, menelisik dari ujung kaki sampai pucuk kepala dan berakhir di telapak kaki pemuda itu lagi. Hanya ingin memastikan jika sosok dihadapannya manusia atau bukan.

“K-kau siapa ?” tanya HyukJae lirih.

“Lee Donghae ibnida, sunbae” balas pemuda itu membungkuk sopan.

“Ah, Lee Donghae-ssi, apa yang kau lakukan disini malam-malam sendirian ?” tanya HyukJae lagi saat indera penglihatannya tak menemukan sosok lain disekitar pemuda yang bernama Lee Donghae itu.
Bukannya menjawab, Lee Donghae malah tersenyum –anak ini seperti Sungmin saja pikir HyukJae. 

“Ah...” pekik HyukJae tertahan, membalikkan tubuhnya saat otaknya sekilas memikirkan Sungmin, dan apa yang ia dapatkan ? Sungmin tak ada dalam jarak pandang mata HyukJae. Mendapati kenyataan itu, HyukJae mendadak diserang kepanikan, udara disekitarnya tersa mendadak mendingin, arah edar matanyapun menyapu segala sudut yang dapat dijangkaunya.

“Sunbae, kau mencari siapa ?” lirih suara itu lagi.

“A-aku mencari temanku. Ta-ta-tadi dia berjalan didepanku, apa kau melihatnya ?” racau HyukJae –entahlah otaknya seperti tiba-tiba membuntu dan tidak fokus.

“Aku tidak melihat siapapun, sunbae. Dari tadi kau berjalan sendirian dan kudengar kau juga berbicara sendiri” ujar Lee Donghae lugas sama sekali tak terdengar nada mengada-ada dari pemuda itu.

“Kau sedang membual, eoh ? dari tadi aku berjalan dibelakang temanku. Mungkin kau saja yang tak melihatnya. Dan—dan mungkin saja sekarang dia sudah meninggalakanku dan sampai di kamar lebh dulu, ya mungkin saja” racau HyukJae. Terlihat jelas jika pemuda itu mencoba menyangkal akuan dari Lee Donghae meskipun dengan suaranya yang bergetar.

“Tapi aku memang tak berbohong sunbae. Dari tadi aku berjalan dibelakangmu dan aku tak melihat siapapun. Aku berani bersumpah” balas sosok itu tak kalah bergetar.

“Ak-aku tak percaya” sergah HyukJae.

“Aku benar sunbae. Kau jangan menakutiku” lirih sosok itu lagi.

“Bodoh... justru kau yang sepertinya benar-benar ingin menakutiku. Ikut aku sekarang juga untuk membuktikan ucapanmu benar atau tidak . kalu kau berani berbohong dan haya ingin mempermainkanku. Mati kau” ancam HyukJae dengan pandangan tajamnya selurus dengan pemuda yang ditarik pergelangan tangannya oleh HyukJae itu menciut dan hanya pasrah saat HyukJae benar-benar menyeretnya.

.

HyukJae terdiam dengan raut muka yang terlihat frustasi, tak hanya itu jika diperhatikan lebih lanjut bahkan dapat ditemukan ekspresi ketakutan, bingung, dan rasa tak percaya dalam satu raut muka miliknya.

HyukJae masih berdiri terdiam dengan tatapan mata yang kini berubah kosong. Entah sejak kapan kini dirinya berdiri di tengah-tengan sebah ruangan yang cukup luas dan apa ini ? Sebuah grand piano ? Bukanlah beberapa waktu yang lalu dirinya tengah menyeret seorang anak laki-laki berjalan menuju kamar asramanya. Tapi, Ya –Tuhan pikir HukJae. Laki-laki itu sungguh tak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi saat ini. Bahkan dirinya masih ingat dengan baik bagaimana saat dirinya berjalan dengan langkah tergesah. Lalu... tiba-tiba saja dirinya berada di tengah-tengah ruangan ini ?

“Kau salah mengambil nada” ujar sebuah suara.

“Eh, kau ? Lee Donghae ?”  ujar HyukJae dengan suara tertahan. Merasa aneh saat kini didapatinya seorang wanita yang juga berada dalam ruangan itu. Entah sejak kapan dua sosok itu berada dalam satu ruangan yang sama dengan HyukJae.

“Aku benar-benar tak bisa seongsaengnim” ujar sosok laki-laki muda yang kini tengah terduduk di depan grand piano –Lee Donghae.

“Cobalah untuk sedikit konsentrasi. Aku tahu kau pasti bisa” kini sosok wanita itu yang berbicara. Suaranya benar-benar halus –pikir HyukJae.

Brak

Terdengar bunyi pintu yang dibuka cukup keras dengan didikuti sebuah suara langkah kaki cepat serta lengkingan suara.

“eommaa.......” HyukJae semakin melebarkan matanya tak mengerti. Apa-apaan ini ? Bagaimana bisa ada seorang wanita dan anak kecil ? Atau jangan-jangan HyukJae sedang tak berada dalam lingkungan sekolahnya ? Semakin banyak pertanyaan menumpuk di kepala HyukJae.

“Omo... chagi, eomma sedang mengajar. Baagaimana bisa kau masuk kesini?” ucap wanita tadi dengan posisi berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan namja kecilnya.

“Tadi Kyunnie dikejar ahjussi jelek yang mengaku appa Kyunnie. Ihhh... Kyunnie tak mau” celoteh anak kecil hyperaktif itu kepada sang eomma.

“Kyunniee ?” Lirih HyukJae sambil menatap intens sosok namja mungil dan wanita itu. Tak lama kemudian, HyukJae kembali melebarkan manik matanya. “Omoo... aku pasti sudah gila, apa ini ? Apa yang terjadi padaku ? Bocah kecil itu ? Kenapa dia mirip sekali dengan Si Pembuat Onar itu ? Dan apa ini ? Sebenarnya apa yang terjadi padaku ?” racau HyukJae tak jelas. Terlalu lama berdiri dengan menyaksikan hal yang sama sekali tak dimengertinya benar-benar membuat kepalanya pening. Tubuh HyukJae limbung, mendadak segalanya berputar dan buram, seperti ada sesuatu yang sangat kuat menarik rambutnya hingga membuatnya terjengkang kebelakang dengan kuat.

.

“HyukJae... HyukJae-ya... Lee HyukJae” tegur sebuah suara yang makin mengeras di tiap ucapannya. 

“Ya !!” Teguran keras itu ditutup dengan sebuah teriakan yang terlampau keras mengingat suasana malam hari di lorong sekolah yang sepi.

Duk duk duk duk duk duk

Tak lama setelahnya, suara jejekan kaki seperi orang tengah berlari terdengar makin mendekat kearah dua pemuda yang tak beranjak di tengah lorong sepi yang mulai menggelap seiring bertambahnya intensitas malam.

“Ada apa ? Omo... kenapa anak itu ?” ujar sebuah suara berat di belakang tubuh Sungmin.

“Seonsaengnim, a-aku tak tahu. Tolong bantu aku mengangkatnya” racau Sungmin dengan nada suara yang sarat akan kepanikan.

Tanpa banyak suara yang berasal dari mulut mereka. Dengan cekatan dua orang yang dipanggil seonsaengnim oleh Sungmin itu mulai memapah tubuh kurus HyukJae kearah ruang kesehatan. Tempat yang baru saja di tinggalkan oleh dua pemuda itu.

.

“Sebenarnya apa yang terjadi ? Siapa namamu ?” ujar salah satu dari dua namja dewasa dalam ruang kesehatan itu. HyukJae sudah terlelap ditas kasur bekas Sungmin tadi sore. Sedangkan kini Sungmin tengah berdiri di hadapan dua seonsaengninmya.

“Ah... Lee Sungmin imnida. Dari kelas 2-2 seonsaengnim” balas Sungmin sopan dengan membungkukkan tubuhnya.

“Lee Sungmin-ssi, apa yang sebenarnya terjadi ? Kau tahu jika teriakanmu tadi benar-benar keras ?” ucap namja dewasa lainnya dalam ruangan itu.

“Jeosonghamnida seonsaengnim. Saya hanya terlalu panik tadi jadi saya benar-benar tak sadar jika saya terlalu keras berteriak” lirih Sungmin –menundukkan kepalanya.

“Sebaiknya kau diam saja disini menunggu temanmu Lee Sungmin-ssi. Jangan beranjak sampai pagi tiba. Kau mengerti ?” ujar seonsaengnim itu lagi.

“Nde, seonsaengnim. Saya mengerti”

“Baiklah jika kau mengerti. Kami pergi dulu”

“Nde, annyeong seonsaengnim. Jeongmal gamsahabnida” bungkuk Sungmin berkali-kali sampai terdengar suara pintu yang telah tertutup sampai di gendang telinganya. Sungmin perlahan menegakkan tubuhnya dan memandang datar pintu kayu yang berada tak jauh dari hadapannya. Setelahnya memandang kearah HyukJae dengan tatapan seperti –entahlah pandangan mata Sungmin terasa kosong tapi terkadang juga sangat tajam disaat yang hampir bersamaan.

“Kau—kau bawa kemana jiwa temanku ?” lirih Sungmin.

.

.

Orange dan kemerahan. Warna yang di lukiskan Sang Pencipta untuk membarengi suasana fajar dan senja. Entah mana permulaan dan mana yang menjadi akhir. Senja dan Fajar atau Fajar dahulu kemudian senja.

Sosok pemuda itu sudah bertengger manis di sela-sela batang pohon besar yang bercabang. Entah dirinya sedang menikmati suasana matahari terbit atau hanya ingin membekukan tulangnya di cuaca pagi saat musim gugur. Meskipun kulit wajah pemuda itu sudah memucat sempurna, sama sekali tak ada kesan menggigil dari tubuh pemuda itu.

“Apa yang kau lakukan disitu ?” terdengar sebuah suara lain yang kini memenuhi telinga pemuda yang terlebih dahulu dipenuhi deru angin dan cicitan burung-burung yang  turut memempati pohon besar itu.

“Hanya menikmati udara sejuk” balas pamuda yang bertengger di atas pohon.

“Dasar gila. Aku yakin jika sebentar lagi kau akan mati kaku jika tak segera turun dari atas sana. Cepatlah turun sebelum ketua asrama satu menemukanmu disini” racau suara pemuda yang berada tepat di bawah pohon.

“Hey, Lee Jinki. Berhentilah mengoceh, kau tenang saja. Laki-laki mesum berkedok ketua asrama satu itu tak akan berani menghukumku, bahkan sekedar memberi peringatanpun aku jamin dia tak akan berani. Sudahlah, kau pergilah dan tinggalkan aku disini. Merusak ketenanganku saja”

“Tuan Cho Kyuhyun yang terhormat, bagaimanapun juga kali ini aku tak akan melepaskanmu, penentu nilai akhirku berada ditanganmu. Jadi mau tak mau suka tak suka aku akan menyeretmu masuk kekelas hari ini”

“Baiklah...baiklah... menyingkirlah, aku akan segera turun”

Menuruti apa dalil Kyuhyun, Jinki segera menepikan tubuhnya menjauh dari jarak lompatan Kyuhyun. 
Lagipula, Jinki tak mau jika tubuh kurus tinggi itu menimpa badannya yang sedikit lebih pendek dari Kyuhyun.

“Beruntung kau temanku dari kecil. Jika tidak, mana peduli aku dengan nilai akhirmu itu” celoteh Kyuhyun saat dirinya kini berada tepat di samping Jinki.

“Kalau bukan karena Cho Kwangmin seonsaengnim yang mengharuskan semua anggota kelompok hadir dalam presentasi kelas. Mana mau aku memaksamu sampai seperti ini” balas Jinki tak kalah ketus.

“Hey, Jinki-ya, sejak kapan kau jadi begitu pintar membalas setiap umpatanku ? Tetaplah menjadi anak baik yang sempurna, jangan meniruku. Kau sungguh tak pantas” decih Kyuhyun.

Jinki hanya mendengus menanggapi ocehan pemuda yang berjalan di sampingnya. Tak berniat menjawab perkataan Kyuhyun. Mungkin memang benar, Jinki sudah ditakdirkan menjadi anak baik yang pintar, tipikal anak sempurna idaman semua orang tua.

.

.

“Apa yang harus aku lakukan padamu”

Sosok laki-laki paruh baya yang masih memiliki postur tegap di usia hampir mendekati setengah abad itu memandang sendu pada tubuh pemuda yang berbaring damai di atas bed kecil. Hanya pergerakan dada yang naik turun saat paru-parunya menukar oksigen dengan karbondioksida dalam alveolus yang menandakan jika pemuda itu masih bernyawa hingga detik ini.

“Apa aku harus melakukannya lagi ?”

.

.  

“Kau sendirian ? Dimana kekasihmu ?” seloroh Kyuhyun setelah mendudukkan dirinya tepat di samping Sungmin. Tampak aneh memang, melihat dua manusia yan berlabel aneh dan pembuat onar duduk dalam satu meja di tengah kantin yang ramai saat jam istirahat sekolah.

“Apa kau tak takut merusak image bajinganmu jika kau menghampiri anak aneh terang-terangan seperti ini ?” tanpa menjawab pertanyaan Kyuhyun, Sungmin balas bertanya dengan nada tajam di setiap kata-katanya.

“Ayolah hyung. Kau tahu jika aku tak pernah perduli dengan hal-hal seperti itu. Kau belum menjawab pertanyaanku. Dimana kekasih cerewetmu itu ? Aku tak melihatnya dari tadi pagi. Apa dia sudah mati ?” kekeh Kyuhyun di akhir kalimatnya.

“Ya. Dia sudah mati. Kenapa ? Kau ingin ikut memandikan mayatnya ?” balas Sungmin.

“Ternyata dampak dari sering melamun sendiri kau menjadi semakin mengerikan. Pantas saja mereka mengataimu aneh”

“Itu lebih baik dari pada mereka mengataiku brengsek. Padahal mereka tak tahu sebenarnya arti brengsek itu. Lucu sekali bukan ?” balas Sungmin sambil tekekeh, entah hal lucu apa yang membuatnya tertawa sampai seperti itu.

“Annyeong Lee Sungmin sunbae, hey, Kyu” sapa sebuah suara yang tak asing ditelinga Kyuhyun.
Kyuhyun dan Sungmin serempak mengalihkan tatapan keduanya pada sosok pemuda dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya. Lama tak mendapat respon, pemuda itu dengan cepatnya merubah ekspresi tersenyumnya menjadi wajah datar sempurna. Tak hanya sampai disitu, kini pemuda bername tag Lee Jinki dengan seenaknya ikut mendudukkan tubuhnya pada bangku depan Kyuhyun dan Sungmin berada.

“Sempurna sudah. Seorang namja aneh duduk di sebelah namja brengsek pembuat onar dan sekarang di hadapannya tengah duduk seorang namja baik dan pintar. Benar-benar perpaduan yang sempurna” oceh Kyuhyun dengan sesekali kekehan yang terselip dalam perkataannya.

“Kenapa hari ini kau cerewet sekali Cho ? Apa kau sudah bosan dengan image brengsek, pembuat onar, dan SEDIKIT pendiammu itu. Tak dapat dipercaya” cibir Sungmin dengan tatapan tajamnya tepat mengarah pada batang hidung Kyuhyun.

“Aku dengar hal buruk telah terjadi pada Lee HyukJae sunbae. Apa separah itu ?” ujar Jinki. Bahkan dirinya sama sekali tak menyinggung percakapan yang ‘sedikit tak berguna’ antara Kyuhyun dan Sungmin sehingga lebih memilih membahas topik lain yang lebih pantas untuk dibicarakan, bukankah Lee Jinki adalah seoarang yang pintar ? Tentu saja.

“Tak perlu menghawatirkannya. Anak itu hanya berjalan-jalan saja” jawab Sungmin dengan suara lembutnya, bahkan dia membubuhkan sedikit senyuman di saat dirinya berujar.

“Berjalan-jalan ?” tanggap Jinki saat dirinya merasa sedikit tak mengerti dengan apa yang telah diutarakan Sungmin. Bagaimana bisa dia mengatakan jika Lee HyukJae sahabatnya yang menurut kabar tengah tak sadarkan diri di ruang kesehatan sejak semalam –sedang jalan-jalan. Apa mungkin...?

“Sudahlah Jinki-ya, berhenti bertanya dan segera pesankan aku makanan” seloroh Kyuhyun yang sedari tadi terdiam mendengar dua pemuda berhadapan itu melempar kata-kata.

“Lakukan saja sendiri. Aku harus ke ruang guru mengurusi daftar anak-anak bermasalah sepertimu. Berdoa saja namamu tak ada dalam list kali ini. Ah, aku lupa sesuatu bukankah Tuan Cho terhormat yang bahkan hampir membakar laboratorium kimia saja tak mendapat teguran. Bagaimana bisa kau masuk kedalam list murid yang bermasalah” cerca Jinki dengan wajah datarnya.

Kyuhyun haya terkekeh mendengar umpatan dari sahabat kecilnya. Membalas tatapan datar Jinki dengan raut wajah santai miliknya. “Berhentilah mengumpat. Kau benar-benar tak pantas jika seperti itu. Aku sedang bahagia saat ini. Jadi tak akan aku biarkan kau merusak kebahagianku Jinki-ya”
Jinki hanya berdecih pelan, membenarkan letak blazernya agar terlihat kembali rapih seperti semula. 

“Mungkin aku harus sering-sering menghubungi Cho ahjussi untuk mengunjungimu. Dan... berhentilah 
membekukan tubuhmu dengan duduk terdiam di bangku halaman belakang sekolah saat sore hari” nasehat Jinki sebelum dirinya benar-benar berdiri dan bersiap meninggalakan area kantin. “Annyeong Sungmin sunbae” Jinki membungkuk sempurna, setelahnya dirinya benar-benar menghilang dari area kantin.

“Sepertinya kekasihmu itu begitu overprotective” ujar Sungmin tanpa sadar, terbukti dengan tatapannya yang masih mengarah pada arah menghilangnya tubuh Jinki.

Kyuhyun lebih memilih tersenyum simpul tanpa berniat membalas ucapan Sungmin lebih lanjut. Bukankah dirinya lebih mengenal Jinki daripada siapapun di tempat itu ? Dan cukup dirinya saja yang 
tahu.

“Kau... kau sering menghabiskan waktu soremu dengan duduk di bangku halaman belakang sekolah ?” lirih Sungmin. Tiba-tiba saja dirinya mengingat sesuatu. Sesuatu yang terjadi pada dirinya tempo hari.

“Ya” jawab Kyuhyun singkat.

“Apa kau tak merasa kedinginan berada di tempat itu ? Di bawah pepohonan rindang pada saat musim gugur seperti ini. Kau tidak kedinginan ?” ujar Sungmin menatap tepat manik Kyuhyun.

Kyuhyun terdiam sesaat, seperti sedang menimang-nimang jawaban apa yang harus diutarakan kepada pemuda yang menatapnya dengan raut penasaran dan –sepertinya Kyuhyun melihat sedikit ketakutan disana. Tapi entahlah, Kyuhyun tak mau terlalu ambil pusing.

“Terserah kau mau menganggapku benar-benar gila. Tapi, aku berani bersumpah jika tempat itu sangat hangat... bahkan lebih hangat dari kamar asramaku”

Sungmin mersakan jantungnya memompa lebih dahsyat setiap darah yang masuk kedalam serambi hingga melewati katup untuk berangsur menyinggahi bilik jantungnya. Bayangan itu, kilasan balik memory tempo hari yang membuatnya habis akal. Kilasan bayangan itu, tentang sosok yang mendekap tubuh seorang pemuda yang terduduk nyaman. Tentang tatapan sebelah mata yang menusuk tepat manik Sungmin. Segalanya tiba-tiba terputar ulang. Bahkan, rasanyapun sama, saat tiba-tiba bulu roma Sungmin menegak. Suara bising kantin mendadak sunyi, hanya berupa kilasan gambar gerak 3 dimensi yang beralur perlahan tanpa suara. Sensasi ini, Sungmin tahu apa artinya ini. Bahkan, karbon dioksida yang siap keluar dari lubang hidungnya tertahan di tenggorokan. Saat lagi-lagi didapatinya sosok perempuan itu tengah terduduk –tak cukup jauh. Bahkan ini terlalu dekat. Sungmin bahkan dapat merasakan gesekan rambut panjang sosok wanita itu dengan ujung telinganya. Ya, sosok wanita itu wanita yang sama tengah terduduk nyaman di antara Sungmin dan Kyuhyun.

.

.

“Kau sudah sadar ?”

Segala hitam kini mulai mengabur. Sedikit menampakkan warna putih samar yang kian terang dengan gradasi hitam putih yang tiap saat berubah arah garis diagonalnya. Hingga perlahan nampak titik-titik warna yang merambah menggusur gradasi buram menjadi suatu hal yang lebih nampak hidup. Sesaat setelahnya terlihat seperti kumpulan layer-layer yang bertumpuk menyatukan tiap titik warna hingga terjadi sebuah pergantian warna dengan teramat cepat. Hingga terbentuklah sebuah paduan cahaya yang memulai pergantian warna.

“Kau sudah sadar ?” ujar suara itu lagi.

HyukJae sayup-sayup mendengar suara yang lebih seperti desisan hinggap menabuh gendang telinganya. Sekuat tenaga HyukJae mencoba mengumpulkan kesadarannya. Mencoba melawan hantaman keras yang terus menerus menempa seluruh area kepalanya.

“Kau sudah sadar. Pelan-pelan saja” ujar suara itu sekali lagi. Kini dengan pergerakannya membantu HyukJae menyandarkan punggungnya pada tembok tepat belakang tubuh HyukJae.

“Kau perlu sesuatu ?”

HyukJae hanya menggelengkan kepalanya singkat. Entah apa yang telah dilakukannya sebelum ini hingga membuat tubuhnya pegal luar biasa. Perlahan HyukJae mulai memfokuskan pandangan matanya pada sosok pemuda yang sudah terlebih dahulu menyunggingkan senyuman manis di wajahnya.

“Kau ?” lirih HyukJae tertahan, mencoba menggerakkan kinerja otaknya untuk mengingat sosok pemuda di hadapannya kini.

“Lee Donghae ibnida”

.

.

TBC

ini benar-benar spontan buatnya. like what I said I wrote what I thought. dan saya sadar sepenuhnya jika ini tak layak posting. Tapi ya sudahlah. Dan entah mengapa saya memasukkan karakter Lee JinKi di dalam fanfiction mengerikan ini. Saranghae Onew-ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar