Kamis, 15 November 2012

GRENADE

GRENADE
—It will explode when you touch that—

By @artcebis

This is Jo Nam’s Love Story
Henly’s show !!!!!!

Saya emang payah buat nentuin judul, So, bodoh amat dah kalo judul ama isi cerita beda jauh pake banget /slapped
This is my 2nd project but I finished it first, kkkkkkk~
All of story is mine~ I dont even care about –silent reader or whatever they said. I know that is not good enough, so, just dont copy it. Smile !!!!!!!

And guess what ??? This is straight but not full straight lolol. Happy Ending forever~
......................................................................................................................................................


“Bodoh....... Dasar bodoh.........” teriak sosok perempuan itu ganas. Berteriak sekencang-kencangnya seolah-olah dengan cara seperti itu dapat meluapkan segala kekesalan yang bersarang dihatinya.

“awww...” kembali –sosok perempuan itu berteriak tertahan saat dirasakan sesuatu mengetuk kepalanya cukup keras. Kini sosok perempuan itu hanya mengerucutkan bibirnya dengan kerutan disekitar dahinya, pertanda jika perempuan itu sedang dalam kadar kekesalan tertinggi, tidak lupa dua telapak tangannya yang mengusap-usap rambutnya.

“Kau sudah gila memukul kepalaku sekeras itu” lagi dan lagi, entah berapa banyak tenaga cadangan perempuan itu hingga dapat berteriak terus-terusan seperti itu.

“Dasar yeoja hutan, kau tak merasa kalau kau yang sepertinya sudah benar-benar gila sekarang. Berteriak seperti itu, jagalah harga dirimu sebagai yeoja yang anggun” balas sosok lain –pemuda yang dengan entengnya menjitak tepat di atas kepala perempuan tadi.

“Taemin-ah, kau melukai harga diriku” ujar perempuan itu lirih.

“Hei, Jo Nam-ssi, perempuan dengan nama laki-laki sepertimu memang pantas dilukai harga dirinya supaya kau bisa merubah sifat tarzanmu itu” balas Taemin sarkastis.

“tsk-ed, dan kau Lee Taemin-ssi, laki-laki dengan wajah perempuan sepertimu sungguh tak pantas mengucapkan kata-kata kasar seperti itu kepada yeoja lemah sepertiku”

Taemin hanya memutar bola matanya malas saat didapati –Nam perempuan dihadapannya itu mulai membual hal-hal yang sungguh memuakkan bagi Taemin. Kadang Taemin sendiri tak mengerti bagaimana bisa dia berteman dengan perempuan itu.

“Berhentilah membual dan cepat ikut aku” ujar Taemin lagi, mendahului Nam untuk berjalan meninggalkan Nam di atap sekolah itu.

Tanpa menjawab Taemin, Nam hanya mendengus sebal dan tak berhenti mencibir Taemin.

“Cepat” teriak Taemin.

“Iya... iya... cerewet sekali kau” Kini kedua manusia itu benar-benar pergi dari atap sekolah dan mulai melangkah menuruni tangga sekolah tentu saja untuk menuju lantai dasar.

“Hei... hei... kita mau kemana ?” tanya Nam.

Taemin hanya terdiam, sama sekali tak menhiraukan celotehan gadis yang kini memelankan langkahnya dan memilih berjalan dibelakang sambil mencibir Taemin sebal.

“Ada apa ?” tanya Nam lagi saat Taemin berhenti melangkahkan kakinya dan hanya terdiam memandang ke tengah lapangan dimana segeromblan laki-laki sedang asyik bermain futsal.

”Tidak” jawab Taemin singkat.
Nam hanya mengedikkan bahunya singkat dan memutuskan untuk kembali mengikuti langkah Taemin.

.

.

“Kau gila” Nam berdesis pelan karena saat ini dirinya dan Taemin berada didepan tembok, lebih tepatnya mereka sedang bersembunyi dibalik tembok yang menghalangi tubuh mereka dari dua manusia lainnya yang sepertinya sedang memadu kasih di bangku taman sekolah yang sepi.

Taemin hanya menyeringai mendengar desisan dari Nam sebelum mendekatkan kepalanya kearah telinga kanan Nam dan balas berdesis pelan.

“Kau tak lihat siapa itu ? Laki-laki yang baru saja menolakmu”

Seketika Nam melebarkan kedua bola matanya dan dengan beringasnya kembali menyembulkan kepalanya, mengintip kedua manusia yang masih belum menyadari akan keberadaan dua makhluk yang mengintai kegiatan memadu kasih dua manusia itu.

Taemin yang menyadari keberingasan sahabatnya dengan segera menarik kepala gadis itu tak lupa tangan yang lainnya digunakan untuk membekap mulut gadis itu.

Nam memelototkan matanya, memukul bekapan tangan Taemin agar segera melepasnya.

“YA apppppp...” kembali Taemin membekap mulut tarzan sahabatnya itu, kini gilirannya yang melotot kearah gadis yang perlahan mulai jinak itu.

“Kau gila, kau membuat kita hampir saja ketahuan” desis Taemin sambil memberikan tatapan mematikannya.

“Kau yang gila pabo, buat apa kau memperlihatkan pemandangan menyakitkan itu kepadaku” lirih Nam.

“Aku akan membantumu membalas perlakuan laki-laki itu padamu” ujar Taemin masih sambil berbisik.

“Maksudmu ?”

“Ikut aku”

Kini kedua sosok itu berjalan meninggalkan tempat persembunyiannya untuk mengintai dua insan manusia di seberang sana.

.

.

“Jadi kau memintaku untuk berpura-pura menyukai Minho sunbae ? Kau benar-benar gila Lee Taemin-ssi. Apa kau lupa jika aku baru saja menyatakan cintaku pada temannya dan aku ditolak. Kau dengar ? DITOLAK !! Dan kau sekarang memiliki rencana yang sangat brilliant itu dengan cara menyuruhku untuk berganti mengejar cinta Minho sunbae ? Kau lebih dari gila !”

“Kau terlalu banyak bicara, bahkan aku tak mengerti apa yang kau bicarakan tadi. Sudahlah, ikuti saja caraku dan pada akhirnya Henly itu bisa berbalik menyukaimu” terang Taemin optimis.

“Tidak mau, apa kau ingin menjatuhkan harga diriku ? Mereka akan menyebutku gampangan dan aku tak mau itu. Lagipula, kenapa kau bisa seyakin itu jika Henly sunbae akan berbalik menyukaiku. Bagaimana jika ia malah semakin memandang jijik kearahku ?” Nam mencoba membantah semua pemikiran ‘dangkal’ Taemin –menurutnya dengan semua analisisnya yang tak akan semudah itu terbantahkan oleh Taemin. Lagipula, bukankah cara yang digunakan Taemin itu sama persis dengan adegan dalam drama menggelikan yang kemarin mereka berdua tonton.

“Jadi kau tidak percaya kepadaku ?” ujar Taemin lantang.

“Hei Taemin bodoh, berhentilah menjadi sok pintar dihadapanku. Caramu itu benar-benar menggelikan” Nam memandang Taemin yang terbaring diatas bed miliknya dengan pandangan meremehkan. Saat ini mereka berdua tengah mendiskusikan rencana balas dendam atas tragedi ‘penolakan cinta’ di dalam kamar tidur milik Nam.

“Sudah baik aku membantumu. Dasar kau yeoja hutan. Ikuti saja rencanaku dan kau yang akan tertawa di akhir nantinya” seru Taemin dengan nada final setelahnya mendudukkan tubuhnya untuk selanjutnya bersiap meninggalkan ruangan itu. “Aku pulang dulu, sampaikan salamku pada kakak tampanmu, hahaha” kekeh Taemin sebelum meninggalkan Nam yang masih mencibir tak jelas.

.

.

“Oppa... boleh aku masuk ?” pinta gadis itu lirih, masih berdiri diambang pintu yang terbuka sedikit olehnya.

“Ada apa ?” ujar sosok laki-laki dalam ruangan itu tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop miliknya.

Merasa mendapat signal hijau, gadis muda itu masuk perlahan dan mendekati kakak laki-lakinya yang terlihat masih sibuk dengan dunianya sendiri.

“Apa kau sesibuk itu ?” lirih gadis itu lagi.

“Ada apa ? Kau memerlukan uang tambahan ?” ujar laki-laki itu tegas, menghentikan sejenak kegiatannya dan menatap adik perempuan satu-satunya dengan tegas pula. Tak cukup lama karena setelahnya laki-laki itu kembali memfokuskan pandangannya pada layar dihadapannya.

Gadis itu hanya mendengus sebal, tak berniat mengganggu oppanya, hanya saja –entahlah gadis itu hanya merindukan saat-saat bercanda bersama kakak laki-lakinya itu. Berjalan melewati meja sang kakak untuk kemudian menyamankan diri diatas bed milik kakak laki-lakinya.

“Hei, tidur dikamarmu. Nam... bangun dan tidur dikamarmu” lantang laki-laki itu saat didapati Nam –sang adik tengah menggelung dirinya dibalik selimut.

“Tak mau” balas Nam yang malah semakin menyamankan posisi tidurnya dalam kasur empuk kakak laki-lakinya.

Merasa jengah atau sedang dalam keadaan yang tak tepat, laki-laki itu dengan kasar memaksa mendudukkan adik perempuannya untuk menyingkir dari atas bed miliknya dan memaksa gadis itu untuk keluar dari kamarnya. Merasa belum cukup debaman keraspun disuguhkan laki-laki itu tepat dihadapan adik perempuannya. Menyisahkan sosok perempuan yang hanya mendengus jengah bahkan aliran air kini menyumber dari dua sudut matanya meskipun tanpa sedikitpun isakan yang terdengar.

.

.

Morning.........

.

.

“Jo Nam”

“Jo Nam”

“Jo Nam”

“JO NAM” teriak sebuah suara.

“Berisik” ujar Nam yang baru saja menengadahkan kepalanya setelah merasa ketenangan tidurnya terganggu oleh suara bising. Masih tak menyadari keadaan Nam kembali menangkupkan kepalanya dan menyamankan posisi kepalanya untuk melanjutkan mengarungi mimpi yang sempat tertunda.

Bukannya memberi tanda pada gadis itu, seisi kelas –termasuk Taemin malah menertawakan tingkah ajaib gadis itu. Bagaimana bisa Nam memutuskan untuk tertidur ditengah pelajaran Yoon-Seonsaengnim, sama saja mencari mati.

“Jo Nam-ssi mau kuberi sesuatu ?” ujar sosok wanita dewasa dengan setelan rapih guru yang melekat ditubuhnya. Berujar lirih tepat ditelinga Nam yang masih tenang dialam mimpinya.

“Biasakah kau diam ? Kau benar-benar mengganggu tidur...ku” Nam hanya dapat menampakkan wajah bodoh yang dipadukan dengan ekspresi terkejutnya.

“Nyenyak sekali tidurmu Jo-ssi ?” ujar Yoon-saem sambil menyunggingkan senyum manis miliknya.

“Beritahu saja apa hukumanku seonsaengnim” balas Nam dengan wajah datar yang entah sejak kapan telah dipasangnya. Terang saja, membuat seisi kelas menahan napas –bahkan Taemin dan menyisahkan Yoon-saem yang menatap Nam dengan tatapan yang –entahlah antara sebal, kesal, dan ada sedikit tatapan iba disana.

.

.

“Kau hebat, bagaimana bisa Yoon-seonsaengnim melepaskanmu begitu saja ?” terang Taemin sambil menepuk-nepuk kepala sahabatnya itu –Nam.

“Enyahlah dariku, teman macam apa kau membiarkanku berada dalam kesulitan seperti itu. Bahkan kau menertawakanku” cibiran itu kembali dikeluarkan Nam atas kebaikan sahabatnya.

“Sudahlah, maafkan aku. Lupakan saja hal itu dan fokus pada rencana kita kemarin” antusias Taemin.

“Rencana kita ? Lakukan saja sendiri hal konyol itu. Bahkan aku sama sekali tak menyetujuinya. Dan jangan membawa-bawa nama pertemanan atas ide gilamu ini jika pada kenyataannya kau hanya ingin melihatku dipermalukan lagi”

“Kau terlalu berburuk sangka kepadaku”

“Apa kau menyukai laki-laki itu ? Choi Minho sunbae ?”

“Bodoh, jaga ucapanmu. Mana mungkin aku menyukai laki-laki” sergah Taemin cepat, meski tak dapat dipungkiri jika ada nada gugup dalam kata-katanya.

“Sudahlah kalau kau tak mau mengaku. Baiklah, aku akan menuruti ide gilamu ini. Anggap saja ini hal terakhir yang kulakukan untukmu” balas Nam ketus, jangan sebut dirinya Jo Nam jika meninggalkan cibiran khas miliknya.

“Bagus”

.

.

“Bagaimana mungkin Henly akan berbalik menyukaiku jika melihatku saja dia tak mau” lirih Nam.

“Jangan patah semangat. Ayo sekarang bergeraklah. Berikan surat cinta ini pada Minho sunbae. Sekarang” Taemin mengepalkan tangannya dan meninjukannya keudara. Tak lupa mengucapkan kata ‘fighting’ tanpa suara.

Meskipun dengan enggan, Nam melangkahkan kakinya perlahan mulai menipiskan jarak menyusuri lapangan sekolah yang dipenuhi para murid namja yang sedang bersemangat menendang bola. Belum sampai langkah kelima Nam menyurutkan harga dirinya.

Langkahnya terhenti dan kini berbalik kearah Taemin yang masih berdiri dengan mengepalkan tangannya, memberikan semangat. Memejamkan matanya sejenak dan disusul dengan hembusan napas, Nam kembali melangkahkan kakinya menyusuri lapangan itu. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti saat didapati gadis yang tengan duduk nyaman di sampang lapangan. Tersenyum dengan lepasnya, gadis itu gadis yang sama dengan gadis yang duduk berdua dengan Henly ditaman waktu itu. Seakan membulatkan tekadnya kini langkah Nam semakin ringan menuju buruannya –Choi Minho.

.

“Hey, coba lihat siapa yang datang ?” lantang seseorang yang sepertinya ikut bermain futsal, menatap kearah Nam dengan senyum yang –mengejek ? tentu saja.

Sekejap seluruh manusia dalam lapangan itu menghentikan kegiatannya dan beralih menatap kearah Nam yang tengah melangkah semakin dekat kearah kerumunan namja itu.

“Henly-ya sepertinya gadis itu ingin mengungkapkan cintanya lagi kepadamu” ujar sebuah suara.

“Hey, Amber, Lihatlah. Gadis itu ingin mengungkapkan cinta pada namjamu” ujar sebuah suara lagi.

Pertahanan Nam mulai goyah, langkah kaki ringannya kini mulai bergertar, bukan ingin menangis, tentu saja tidak. Nam bukanlah sosok cengeng yang mudah mengeluarkan air mata. Hanya saja gadis itu kini sedang marah, gadis itu merasa jika harga dirinya benar-benar sudah diinjak-injak. Tak ada pilihan lain, Nam melangkahkan kakinya pasti dan tanpa menundukkan kepalanya. Gadis itu menatap tajam manik mata Henly, melangkahkan kakinya menuju sosok laki-laki itu. Bukan, tentu saja bukan ia tujuannya, dari awal Nam hanya berniat memberikan surat cinta yang entah apa isinya itu kepada Choi Minho. Seorang laki-laki yang berdiri tepat dibelakang seorang Henry Lau.

Nam berdiri tepat dihadapan Minho, perlahan gadis itu membungkukkan badannya dengan kedua tangan yang terulur dengan surat diujungnya.

Minho dan seluruh manusia yang menyaksikan kejadian itu hanya dapat ternganga dan menahan napas. Merasa dapat menguasai dirinya lagi, tangan Minho terulur untuk menggapai surat bersampul soft pink itu.

Tanpa menunggu respon lain, Nam segera berbalik dan berlari sekuat tenaga, menggapai pergelangan tangan Taemin untuk diajaknya berlari bersama.

.

“Kau lihat bagaimana wajah orang-orang itu ? benar-benar lucu. Harusnya aku merekam semuanya tadi. Aisshhh kenapa aku baru ingat. Bisakah kau mengulangi itu lagi ?” ujar Taemin, masih dengan sedikit napasnya yang tersengal sehabis berlari dari lapangan hingga atap sekolah, bukan perjuangan yang mudah.

“Kau mau membunuhku eoh ?” sarkas Nam.

“Kau tak akan mati semudah itu, aku yakin setelah ini Henly itu akan merasa dipermainkan olehmu. Dan selanjutnya dia akan merasa penasaran padamu dan berakhir dengan jatuh cinta”

“Kau tetaplah Taemin yang bodoh. Bagaimana kau bisa melupakan Minho sunbae ? Orang itu tak akan dengan mudahnya melepaskan kita” terang Nam sedikit frustasi.
“Soal namja Choi itu kau tenang saja, aku yang akan membereskannya. Yang terpenting adalah urusan percintaan bodohmu dulu”

“Apa maksudmu ? Apa sebenarnya yang kau katakan ? Apa kau menyukainya ? Aigoo, atau kau memiliki hubungan dengannya. Hey, Lee Taemin bodoh, jawab aku. Atau, atau tadi kau hanya memanfaatkanku dan sebenarnya surat cinta tadi berisi ungkapan perasaanmu pada Minho sunbae. Tega sekali kau mempermainkanku. Ya !” cerca Nam yang dengan ganasnya mulai memukuli kepala Taemin kecil.

“Ya !! Hey, berhenti memukuliku. Aku tak ada hubungan apapun dengan pria bodoh itu. Mana mungkin aku memberinya surat cinta, tentu aku tidak... aku... itu... tidak mungkin. Tapi... aku... maksudku” Sosok sarkas Taemin kiini menguap entah kemana digantikan dengan sikapnya yang terlalu mencurigakan –menurut Nam.

“Berhentilah bicara yang tidak-tidak. Kau tenang saja, aku mengenalmu bahkan sebelum aku lahir, jadi sudah dan diamlah. Mendengar kau berkelit seperti itu membuat kepalaku sakit”

Mendadak susana hening, hanya terdengar hembusan angin yang semakin kencang terdengar. Memandang keatas langit sepertinya hendak turun hujan. Menyadari hal itu, Taemin dan Nam segera berlari menyusuri tangga untuk meninggalkan atap sekolah yang terbuka itu untuk kembali kekelas mereka.

.

Mereka masih saja berlari saling mendahului, tak lupa ejekan-ejekan terlontar dari bibir keduanya. Sesaat sebelum mencapai ruang kelas, langkah keduanya terhenti mendadak kala mendapati sesosok namja tampan tengah bersandar di tembok tepat sebelah kanan daun pintu kelas.

“Minho sunbae” lirih Nam namun berhasil tertangkap oleh indera pendengaran Minho. Seketika pandangan namja tampan itu menohok manik mata Nam, tak cukup lama karena setelahnya manik mata bulat itu bergilir menatap tajam kearah Taemin yang hanya balas menatap dengan tatapan jengahnya.

Minho berjalan perlahan kearah dua manusia itu, setelahnya menarik pergelangan Taemin dengan kasar.

“Lepaskan sunbae, Taemin namja, biarkan dia berjalan sendiri tanpa kau harus menarik pergelangan tangannya” lirih Nam menatap manik tajam Minho, lirih tapi berkesan tegas dan final.

Tanpa banyak berucap Minho perlahan melepaskan cengkeraman tangannya pada pergelangan Taemin. “Ikut aku” ujar namja itu dengan nada final. Taemin hanya menghembuskan napasnya jengah setelahnya memutuskan untuk mengikuti namja yang telah berjalan dihadapannya.

“Kau tenang saja, akan kuhadapi laki-laki tinggi itu”.

Nam hanya menatap punggung kedua namja yang perlahan menghilang dari tangkapan matanya. Memutuskan untuk berbalik dan terlonjak tertahan saat didapatinya wajah seorang perempun yang tengah tersenyum tepat dipucuk hidungnya.

Nam masih berusaha menetralisir rasa terkejutnya beberapa saat lalu, sampai-sampai ia tak sadar jika telah mengikuti langkah perempuan –yang sebenarnya cantik itu hingga kini mereka berada di ruang musik sekolah. Ruang yang sangat jarang dikunjungi murid yang sama sekali tak memiliki bakat dibidang seni –kecuali seni bela diri mungkin atau seni mencaci orang seperti Nam, tentu saja kecuali jika ada praktek untuk pelajaran seni. Haha... menanggapi pemikiran kepalanya saja sudah membuat Nam ingin tetawa saat itu juga.

“Kau kenapa ?” ujar perempuan itu, masih dengan senyum –yang sebenarnya manis itu tersungging diwajahnya.

“Ah, tidak juga. Kau ada perlu apa denganku ?” tanya Nam tepat.

“Rupanya kau bukan orang yang suka berbasa-basi ya ? eumm... aku hanya ingin membawamu kemari untuk menemui seseorang. Dan karena kau sudah ada disini, jadi sebaiknya aku pergi dulu Nammie” kembali perempuan itu tersenyum setelahnya benar-benar enyah di balik pintu kayu yang kembali tetutup.

“Aneh sekali. Eh, dasar bodoh. Bukankah perempuan tadi kekasihnya Henly sunbae ? Untuk apa dia membawaku kemari, apa jangan-jangan dia berencana mengunciku di ruang musik ini ? Omo...” dialog monoton Nam itu seketika terhenti saat dirinya hendak berjalan dan menggapai knop pintu kayu dihadapannya.

“Kau... Berhenti” ujar sebuah suara.

.

.

“Sampai kapan kau akan terus berjalan ? Dan sampai kapan aku harus terus mengikutimu ?” terang Taemin jengah, berjalan selama hampir 10 menit dan kini keduanya berada di jalan setapak yang menghubungkan gedung utama sekolah dengan gedung olah raga yang berada cukup jauh di belakang gedung utama sekolah. Kini sosok dihadapan Taemin berhenti melangkah dan hanya menampilkan punggung tegap miliknya. Merasa tak kunjung mendapat jawaban, Taemin benar-benar jengah dengan keadaan yang –kaku menurutnya. “Aku pergi” ucap Taemin di akhir sebelum memutuskan untuk berbalik berniat meninggalkan namja yang lebih tinggi darinya itu.

“Behenti kau... bahkan urusan kita berdua belum selesai” balas Minho –pemilik suara bass itu. Kini keduanya berdiri berhadapan sesaat setelah Taemin memutuskan kembali berbalik dan menatap mata bulat milik Minho.

“Memangnya kau ada urusan apa denganku ? Aku rasa tidak ada hal yang harus kita bahas sunbae” cerca Taemin dengan sura rendah namun terkesan tegas disaat bersamaan.
Minho terlihat menghembuskan napasnya berat sebelum memutuskan untuk melangkah mendekati Taemin yang masih terdiam ditempatnya berdiri. Cukup meninggalkan sisa sekitar dua langkah sebelum sosok itu benar-benar tanpa batas dengan Taemin. Minho menatap tajam manik Taemin yang seakan menantang manik miliknya.

“Kau mau mempermainkanku ? Tidak akan semudah itu Lee Taemin, setelah apa yang baru saja kau lakukan padaku” lirih Minho dengan tatapan keduanya yang masih saling beradu tajam.

.

“Ya Tuhan, omoo, kau mengagetkanku. Kau mau membuatku mati karena kaget, eoh ?” teriak Nam tertahan, masih memejamkan matanya dengan kedua tangan yang dikatupkannya didada dengan napasnya yang masih sedikit tersengal.

“Kau lucu” ujar suara itu, suara yang baru saja mengagetkan Nam akibat suaranya datang tiba-tiba.

Seketika Nam membuka matanya dan memfokuskan pandangan matanya kepada laki-laki dihadapannya. Tak cukup lama karena setelahnya kedua manik itu terbuka lebar saat menyadari siapa yang baru saja berhasil membuatnya hampir mati karena kaget dan sekarang Nam benar-benar ingin benar-benar mati saat itu juga.

“Terkejut ?” ujar sosok itu lagi.

“Apa maksudmu ? Ingin mempermalukanku lagi ?” balas Nam yang kini berhasil mengendalikan ekspresi terkejutnya dengan ekspresi datar yang dipelajarinya dari Taemin.

Sosok itu –Henly hanya terkekeh sekilas sebelum memposisikan dirinya untuk terduduk nyaman di depan grand piano dengan posisi menyamping untuk dapat menatap lawan bicaranya yang berdiri tepat didepan pintu masuk yang tertutup rapat.

“Kau bisa bermain piano ?” tanya Henly tanpa menjawab pertanyaan yang sebelumnya dilontarkan Nam. Kini Henly memposisikan dirinya seperti ingin memainkan piano itu.
“Berhentilah mempermainkanku. Aku berjanji setelah ini tak akan kubiarkan matamu itu menangkap sekedar bayanganku” ujar Nam tegas, sungguh tak sesuai dengan hatinya yang benar-benar kalut.

Seakan tak mendengar ucapan Nam, Henly mulai memainkan sebuah melody yang sama seekali tak dikenal Nam, hanya saja Nam akan jujur jika ditanya seberapa bagus permainan piano Henly saat ini.

.

“Berhentilah membual Choi, kita sudah pernah membahas masalah ini sebelumnya dan kau sudah menyetujuinya” ujar Taemin.

“Dan kaupun belum memberikan balasan atas permintaanku”

“Apa kau lupa sesuatu ? Aku bahkan tak pernah menyetujui untuk itu” ucap Taemin dengan senyuman manisnya yang perlahan terkikis oleh seringaiannya.

“Berhentilah mempermainkanku, aku sudah bersedia menjadi umpan untuk gadis itu. Dan aku hanya ingin meminta balasanku. Aku ingin kau kembali padaku” terang Miho tegas.
Taemin hanya mendengus jengah dan mengalihkan tatapan matanya yang sejak tadi tersambung dengan manik Minho.

“Kau tidak bisa melakukan ini padaku, Taemin” ujar Minho lagi.

“Aku bisa, Choi Minho-ssi. Dan, terima kasih kau sudah mau membantu sahabatku” terang Taemin sebelum tubuhnya kembali hendak digerakkannya untuk melangkah pergi. Tak bisa, sesuatu dengan pergerakan teramat cepat menarik pergelangan tangan Taemin dan membawa tubuh itu kedalam sebuah dekapan tubuh yang lebih besar.

.

“Kau menyuruh gadis itu membawaku kemari hanya untuk pamer kemampuanmu padaku ?” ujar Nam yang mulai jengah dengan kediaman sosok yang masih asyik dengan permainan pianonya.

“Kau tak ingin mencoba ? Kemarilah” kini sosok itu bersuara –aneh pikir Nam. Bagaimana tidak ? Kini sosok itu tersenyum manis kepada Nam seolah-olah tak pernah terjadi sebuah kejadian memalukan antara keduanya.

Nam masih terdiam sebelum memutuskan untuk melangkah kearah grand piano berwarna hitam itu. Berhenti sesaat sebelum sebuah tangan terulur dan memberikannya space untuk diduduki gadis itu.

“Apa kau memiliki kepribadian ganda ?” lirih Nam seraya menatap Henly yang terfokus pada tuts tuts piano dihadapannya.

Kini kedua sosok itu berhadapan, saling menatap manik masing-masing cukup lama, sampai Henly menipiskan jarak keduanya dan menempelkan bibirnya tepat dikening Nam.

.

“Kau bodoh... Lepaskan aku” lirih Taemin, berbeda dengan ucapannya Taemin malah makin mengeratkan pelukannya dengan tubuh Minho.

“Tak akan lagi. Cukup satu kali kebodohanku dan tak akan pernah kubiarkan kau lepas lagi dariku” balas Minho tak kalah lirih.

“Cukup, kau terlalu lama memelukku” ujar Taemin final, melepaskan pelukan mereka secara sepihak. Minho hanya tersenyum melihat sikap Taemin yang kembali sepeti semula.

“Eh, apa tadi kau mendengar bunyi bel ?”

.

“Kau benar-benar brengsek Henly Lau” lirih Nam sesaat setelah Henly mencium keningnya.

Henly hanya tersenyum manis memandang wajah gadis dihadapannya. Memang tak ada sedikitpun senyuman diwajah gadis itu tapi Henly berani bersumpah jika ia mendapati sedikit rona merah diwajah gadis itu.

“Kau sudah memiliki kekasih dan kau tak pantas melakukan hal yang membuatku salah paham terhadapmu”

“Jika yang kau maksud adalah Amber, dia memang belahan jiwaku dan orang yang kucintai” balas Henly dengan senyumannya yang masih setia terpampang.

“Apa kau mau mengajariku sebuah lagu ? Sebentar lagi kakakku ulang tahun dan aku ingin memainkan sebuah lagu untuknya” terang Nam dengan senyumannya yang entah sejak kapan tersungging dibibirnya.

“T-tentu saja” balas Henly kikuk.

Kini ruangan musik itu menjadi seharusnya, dipenuhi dengan dentingan piano dan sesekali suara gelak tawa dari kedua manusia yang berusaha memainkannya.

.

“Nammie bodoh... Hari ini kau pulang sendiri. Aku ada janji dengan temanku. Bye” ujar Taeemin dengan sedikit berteriak diiringi dengan langkahnya yang dipercepat keluar dari kelas.

Nam hanya tersenyum sebagai jawaban “Minho sunbae...” Nam bergumam lirih saat melihat jika seorang ‘teman’ yang dimaksud Taemin adalah Minho “Taemin bodoh...” kembali Nam bergumam sambil mengembangkan senyumannya. Bukannya Nam tidak mengetahui hubungan antara Taemin dan Minho, hanya saja dia hanya tak ingin membuat sahabatnya merasa tidak nyaman dengan hal yang diketahuinya itu. Meskipun Nam pun tak mengetahui jika Taemin juga bersikap bodoh dengan sikap seolah-olah tak tahu yang ditunjukkan oleh Nam. Patut dipertanyaan gelar sahabat yang mereka punyai.

.

“Oppa... kau dirumah ?” lantang Nam dengan senyuman yang terpasang sempurna dibibirnya.

“Bisakah kau pelankan suaramu ? Berisik sekali. Benar-benar neraka” balas sosok laki-laki itu sarkastis.

“Apa maksudmu oppa ?” tanya Nam lirih.

“Berhentilah bersikap manja dan seolah tak pernah terjadi apapun Jo Nam. Mulai sekarang aku akan pindah dan kau jangan pernah mencoba menghubungi atau mengunjungiku. Keluarga ini benar-benar membuatku muak” lagi –sosok laki-laki itu berkata kasar kepada adik perempuannya. Keadaan rumah yang tak bisa dikatakan damai dan berakhir dengan perceraian kedua orang tuanya, ditambah dengan keadaan sang eomma yang ditemukan menggantung dirinya di kamar mandi serta sang appa yang hanya mengirimkan uang tiap bulan tanpa pernah menunjukkan batang hidungnya, membuat laki-laki itu menjadi sosok yang keras dan seakan tak percaya lagi pada hal yang disebut cinta ataupun kasih sayang, bahkan terhadap adik perempuan satu-satunya sekalipun.

“Oppa, kau... kau me-meninggalkan aku sendirian ?” lirih Nam, berusaha mencekal lengan kakaknya, mencegah namja itu meninggalakan dirinya sendirian –hal yang paling dibencinya.

“Terserah kau tetap tinggal disini atau kemanapun. Bahkan jika kau hidup atau tidak aku tak akan perduli” seakan tak memliki perasaan, sosok itu menghempaskan kasar tubuh gadis itu, berlalu meninggalakan Nam yang terdiam tepat dibawah anak tangga, meninggalakan bunyi debaman pintu yang cukup keras.

'Taeminnnn....’ teriak Nam pada ponsel genggamnya saat panggilannya tersambung. Seakan tak pernah terjadi hal buruk sebelumnya, gadis itu berusaha seceria mungkin.

‘Apa...’ balas suara diseberang malas.

‘Bisakah kau kerumahku atau bagaimana jika kita pergi ketaman bermain ? Aku sedang bosan’ seru Nam dengan sura seceria mungkin.

‘Aku tak bisa, aku sedang bersama temanku saat ini’ balas Taemin.

‘Baiklah... ‘ lirih Nam.

‘Kau sedang baik-baik saja ?’ seru Taemin tiba-tiba.

‘Kau berharap aku tak baik-baik saja? Aigoo... kau benar-benar sahabat terbaikku Taemin. Saranghae... Aku mencintaimu. Rukunlah dengan Minho sunbae’ sangkal Nam cepat sebelum cepat-cepat mematikan ponselnya.

Sudah cukup pertahanan gadis itu, kali ini dia tak dapat menjadi gadis hutan sok tegar yang hobi berteriak, mencibir atau bersikap seolah-seolah menjadi gadis manja dihadapan kakak laki-lakinya. Jika sesungguhnya gadis ini hanya gadis lemah yang menumpuk kesakitan yang dirasakannya sendirian. Dihadapan oppanya, Taemin dan semua orang tidak ada Nam yang kini menangis tersedu terduduk di lantai rumahnya, yang ada hanya Nam yang ceria dan selalu bersemangat.

.

.

The Next day

.

.

“Kau baik-baik saja ?” sergah Taemin setelah didapatinya sosok yang dinantinya melewati gerbang sekolah dengan langkah santai seperti biasanya.

“Tidak, aku tidak baik-baik saja” balas Nam datar.

“Kau...”

“Aku lapar dan kau harus menemaniku sarapan Lee Taemin” sergah Nam cepat.

“Dasar gadis bodoh. Kau benar-benar membuatku khawatir” ujar Taemin sebelum keduanya melangkah menuju kantin sekolah.

.

‘drrttt drrttt drrtt’

Datanglah keruang musik, aku menunggumu

Henly^^


“Siapa ?” tanya Taemin, berusaha mengintip layar ponsel milik Nam.

“Rahasia. Aku pergi dulu Taemin. Bye” ujar Nam cepat sebelum benar-benar meninggalkan kelas yang lenggang di jam istirahat.

.

“Kau sudah datang” sambut sebuah suara saat Nam baru saja membuka pintu ruang musik.
Dengan langkah perlahan, Nam menghampiri Henly yang sudah duduk di depan grand piano –pemandangan sempurna, benak Nam.

“Ada apa sunbae ?” lirih Nam saat dirinya telah terduduk disamping Henly.

“Bukankah kau bilang ingin belajar sebuah lagu untuk kau mainkan saat ulang tahun kakakmu ?” balas Henly tenang sambil menatap Nam tak lupa pula laki-laki itu menampilkan senyumnya.

Nam terdiam sesaat, terlintas sejenak kejadian kemarin di benaknya. Kemudian menoleh dengan senyum –paling manisnya setidaknya itulah yang dipikirkan Henly saat ini. Nam menyodorkan sebelah headset kepada Henry sedangkan sebelahnya lagi telah terpasang ditelinga milikya. Masih dalam keheningan, Henly menerima uluran itu dan memasangkannya di telinga miliknya.

“Storm ?” lirih Henly.

Nam hanya menganggukkan kepalanya. “Aku memang tak begitu mengerti apa maksud lagu ini, tapi... aku rasa kakakku akan menyukainya dan aku juga menyukai lagu ini”

“Begitukah ? Kenapa kau menyukainya ?”

“Entahlah, aku hanya merasa hidup saat mendengarnya” lirih Nam.
Henry hanya menatap gadis disampingnya tanpa ekspresi dan perlahan mulai menarikan jemarinya pada tuts berwana putih dan hitam itu. Pergerakan Henly terhenti saat dirasa pundaknya terasa berat.

“Bolehkah seperti ini ? Sebentar saja... kekasihmu tak akan marah kan ?” lirih Nam, menyamankan kepalanya dipundak Henly.

Henly hanya tersenyum manis dan mulai melanjutkan menekan tuts tuts itu membentuk sebuah melody yang halus. “Kau masih belum menyadarinya ? Aku pernah berkata jika Amber adalah belahan jiwaku dan cintaku kan ?” lirih Henry.

“Heum” Nam hanya menggumam kecil, seolah jika mengeluarkan sepatah katapun akan mengusik posisi nyamannya saat ini. Menyandarkan kepalanya dipundak namja yang masih disukainya disertai alunan melody indah yang dimainkan namja itu pula. Perlahan Nam menutup matanya, benar-benar menikmati lantunan melody indah itu.

“Sebenarnya, Amber itu adik perempuanku. Dan tentu saja aku sangat menyayanginya. Kau mau kuberi tahu sebuah rahasia ? Sepertinya aku semakin menyukaimu, sebenarnya sebelum saat kau menyatakan perasaanmu... aku... aku sudah lama memperhatikanmu... hanya saja aku terlalu pengecut saat itu. Apa kau... ... ” ucapan Henly terhenti seketika saat dirasakan kepala yang semula bersandar dipundaknya itu merosot kepangkuannya.”kau tertidur ?” ujar Henly lirih. Disibaknya rambut panjang gadis itu, menatap wajah pucat gadis itu. Tanpa aba-aba setetes air mata menetes dari pelupuk mata Henly. Laki-laki itu terus menangis sambil mendekap tubuh yang dingin itu. Dan semakin mengeras saat tak dirasakannya terpaan hangat napas dari lubang hidung gadis itu.

.

“Apa kata dokter ?” ujar sebuah suara.

“Lee Taemin, apa kata dokter ? Aku bertanya padamu APA KATA DOKTER ? APA YANG TERJADI PADA ADIKKU ?” teriakan itu seakan tak terdengar oleh Taemin, rasa sedih, bingung, air mata yang sudah mengalir deras dari pelupuk matanya benar-benar membuat sosok itu kehilangan seluruh suaranya.

“Ya Tuhan...” kini sosok laki-laki itu ikut terduduk dilantai bersama dua orang lainnya. Taemin yang tak henti-hentinya mengeluarkan air mata dan sesekali sesenggukan terdengar disela tangisnya persis dengan kondisi laki-laki disampingnya –Jo Kwon, kakak Nam yang sesekali meracau tak jelas. Sedangkan satu sosok lainnya, terlihat meneteskan airmatanya dalam diam hanya membiarkan air itu terus mengalir dengan pandangan kosongnya.

.

.

“Terjadi pembekuan darah di otaknya. Sepertinya Jo Nam-ssi mengalami benturan yang cukup keras dikepalanya dan tidak mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Dan seperti yang telah terjadi, akibatnya benar-benar fatal. Maaf”
Kembali, keterangan dokter itu terngiang dikepala Henly, laki-laki itu menatap kosong gundukan tanah yang masih basah dihadapannya.


“Terima kasih sudah menjadi sandarannya disaat terakhirnya, Henly-ssi” lirih Taemin sebelum beranjak meninggalkan pemakaman itu dengan Minho mengikuti dibelakangnya.

Entahlah, berlama-lama ditempat itu membuat Taemin seakan ingin menggali lubang disamping makam sahabatnya untuk menemai gadis itu –bagaimana jika dia kesepian, bagaimana jika ? Taemin benar-benar tak sanggup berlama-lama ditempat itu.

“Hai, Nammie, bukankah itu nama yang manis ? Bah-bahkan aku belum sempat memanggil namamu langsung dihadapanmu. Apa- ap-aka-h kau mendengar pernyataanku saat itu ? Jika iya... Seharus-nya... seharusnya kita sedang berkencan saat ini. Tapi kau jahat sekali padaku... kenapa kau lakukan ini padaku ? Kenapa ? Kau bahkan membuat kakakmu harus dirawat dirumah sakit karenamu, kau benar-benar jahat Nammiee... Aku mencintaimu... Aku sangat mencintaimu” Runtuh sudah pertahanan namja itu, raungan yang disimpannya keluar begitu saja bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya.

.

.

Gadis itu berjalan mantap kearah tengah lapangan yang ramai dipenuhi sekumpulan namja yang terlihat asyik menendang bola tak bersalah. Gadis itu melangkah tertahan saat sudah hampir mencapai kumpulan namja itu.

“Hey, menyingkir dari sana jika tak ingin terkena tendangan bola” terang sebuah suara memperingati saat dilihatnya sosok gadis yang berjalan mendekat kearah kerumunan namja yang asyik bermain futsal itu.

Seketika, seluruh pergerakan namja itu terhenti dan kini fokus menatap kearah gadis yang berjalan mendekat kearah salah seorang dari mereka. Tepat dihadapan namja itu –Henly gadis itu menatap Henly dengan senyuman yang –manis pikir Henly.
“Sunbae, perkenalkan aku Nam, Jo Nam. Aku menyukaimu. Maukah kau menerima cintaku, sunbae ?”

.

.


FINN

/you all can’t kill me x~x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar